Jual Piutang Harus Gunakan Cessie, Agar Kreditor Tak Ditolak Ikut Voting PKPU
Utama

Jual Piutang Harus Gunakan Cessie, Agar Kreditor Tak Ditolak Ikut Voting PKPU

Tak tahu betapa pentingnya cessie dalam jual beli piutang di Indonesia, seringkali membuat kreditur asing ‘makan angin’ lantaran ditolak ikut voting PKPU. Akhirnya, piutang yang ia beli nyatanya tak bernilai karena tak diakui.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: Meski pengadilan Nyatakan Pailit, Aset BUMN Tak Akan Mudah Disita)

 

Dalam praktik, piutang kreditor asing hasil pengalihan berdasarkan dokumen yang diatur oleh hukum asing, khususnya negara-negara common law, terhadap debitor Indonesia, disebut oleh Partner ABNR Consellors at Law, Kevin Sidharta, memang sering menjadi masalah ketika hendak ditagih di Indonesia mengingat pengalihan hak tagih piutang berdasarkan hukum di negara mereka tak diharuskan dilakukan melalui suatu akta otentik atau akta di bawah tangan sebagaimana praktik di mayoritas negara civil law dan juga tidak diharuskan untuk diberitahukan kepada atau diakui/disetujui oleh debitornya.

 

Lawyer yang sejak tahun 2000 telah bergelut di bidang kepailitan ini menyebut hal itulah yang menjadi semacam disharmoni antar hukum asing dengan hukum Indonesia.

 

Hukumonline.com

Bilal Anwari (kiri) dan Kevin Sidharta (kanan). Foto: HOL

 

Kevin menyayangkan, pengaturan soal kewajiban cessie ini, yang diatur di dalam KUHPerdata warisan Belanda, menampakkan citra hukum Indonesia yang terlalu birokratis dan sangat formalistik. Bahkan, kata Kevin, terkait persyaratan pemberitahuan, sekadar notice pun kadang tak cukup untuk menjamin diakuinya jual-beli piutang oleh si debitor, melainkan harus juga di-acknowledge/akui oleh direksi dari debitor.

 

Pemberitahuan yang dimaksud dalam Pasal 613 (2) KUHPerdata mengacu kepada istilah “betekening” yang berarti pemberitahuan secara resmi melalui exploit juru sita kepada debitur yang dilakukan sesuai dengan Pasal 390 HIR. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa “betekening” tak bisa dipersamakan dengan pemberitahuan biasa yang bisa dilakukan secara tertulis maupun lisan.

 

“Sedikit-sedikit kalau mengalihkan piutang ke pihak lain harus notify, harus memberi tahu, harus di acknowledge, harus di-confirm sama debitornya. Padahal kalau di hukum asing ya mungkin jual beli begitu saja tanpa perlu pemberitahuan kepada debitor atau persetujuan/pengakuan debitor,” tukas Kevin dalam acara Hukumonline Editorial Discussion dengan tema “Dinamika Implementasi UU Kepailitan dan PKPU di Indonesia”, Kamis, (1/11).

 

Sebagai informasi tambahan, dibantah atau diterimanya tagihan yang diajukan dalam proses PKPU ditentukan oleh Pengurus. Hakim pengawas lalu menentukan apakah kreditor yang tagihannya dibantah dapat ikut serta dalam voting PKPU, dan apabila dapat ikut serta, berapa batasan jumlah suara yang dikeluarkan oleh kreditor tersebut.

 

(Baca: Kedudukan Aktif Hakim Temukan Bukti dalam Revisi UU Kepailitan Dinilai Kacaukan Sistem)

 

Hanya saja, instrumen pengalihan hak tagih melalui cessie itu menurut Kevin tak berlaku dalam hal yang dialihkan adalah promissory note (surat sanggup), yang dikenal dengan surat promes di Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Tags:

Berita Terkait