Justifikasi Teoritis Pilihan Hukum: Perdebatan Dua Perspektif
Kolom

Justifikasi Teoritis Pilihan Hukum: Perdebatan Dua Perspektif

Dua perspektif teoritis pilihan hukum ini mendasarkan pada sudut pandang kedaulatan negara dan perspektif kedaulatan para pihak.

Bacaan 8 Menit

Sementara itu, dalam menjalankan kebebasannya untuk memilih hukum yang berlaku untuk kontrak, para pihak diperbolehkan untuk mengecualikan kaidah-kaidah memaksa dari hukum yang seharusnya berlaku (lex causae), jika mereka tidak melakukan pilihan hukum. Pilihan hukum para pihak hanya tunduk pada ketertiban umum dan kaidah-kaidah memaksa dalam konteks dan pengertian internasional, bukan pada konteks dan pengertian domestik. Oleh karena itu, memahami pilihan hukum hanya sebagai perpanjangan atau bagian dari prinsip kebebasan berkontrak dianggap menimbulkan kesalahpahaman bahwa pilihan hukum tunduk pada batas-batas kebebasan berkontrak dalam ranah domestik (Ralf Michaels 2013; Alex Mills 2018).

Melihat pilihan hukum semata-mata sebagai bagian dari prinsip kebebasan berkontrak dalam ranah domestik juga berarti memperlakukannya sebagai persoalan kontraktual biasa, bukan sebagai suatu kaidah HPI. Artinya, pilihan hukum tidak ada bedanya dengan klausula-klausula lainnya yang ada di dalam kontrak. Akibatnya, melalui pengadilan nasionalnya, negara tidak selalu dapat menerapkan hukum yang dipilih oleh para pihak jika dianggap bahwa pilihan tersebut bertentangan dengan ruang lingkup dan batasan prinsip kebebasan berkontrak yang berlaku dalam hukum nasionalnya.

Selain itu, mendasarkan kebebasan para pihak untuk menentukan pilihan hukum pada kebebasan yang diberikan negara, juga tak dapat menjawab pertanyaan mengenai hukum domestik mana yang mengotorisasi kebebasan tersebut (Alex Mills 2018 & 2020); apakah hukum domestik yang berlaku untuk status personal para pihak, hukum domestik dari forum tempat sengketa kontrak diajukan, hukum domestik lex causae, atau hukum domestik dari hukum yang dipilih?

Perspektif Kedaulatan Para Pihak

Berbeda dengan perspektif kedaulatan negara, perspektif kedaulatan para pihak berpendapat bahwa kehendak para pihak adalah gagasan yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada hukum nasional tertentu. Dengan kata lain, pilihan hukum dipandang berasal dari para pihak itu sendiri, bukan dari negara.

Jadi, ketika kaidah HPI suatu negara menerima pilihan hukum, mereka hanya mengakuinya, bukannya malah membuat pilihan kontinjensi untuk menerapkan atau tidak hukum yang telah dipilih para pihak. Perspektif ini dianggap radikal dan sebagai ‘serangan’ langsung terhadap supremasi kedaulatan negara. Selain itu juga, mengindikasikan adanya koeksistensi kedaulatan negara dan kedaulatan individu (Alex Mills 2018).

Salah satu argumen yang sejalan dengan perspektif ini menyarankan untuk memandang HPI sebagai persoalan antar individu dan diarahkan pada kepentingan individu, daripada sebagai persoalan antar negara terkait dengan penerapan hukum mereka.

Penerapan hukum tertentu dalam suatu hubungan kontraktual, termasuk setiap perselisihan yang timbul darinya, adalah kepentingan para pihak sendiri karena mereka yang akan menjalankan dan menanggung akibat dari hubungan hukum kontraktual tersebut. Oleh karena itu, mereka harus difasilitasi untuk mengatur dan menyusun hubungan hukum pribadi di antara mereka, termasuk memilih hukum yang berlaku untuk kontrak yang mereka sepakati (Matthias Lehmann 2008).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait