KADIN Menjadi Tempat Membagi-Bagi Kue Proyek dari Pemerintah
Berita

KADIN Menjadi Tempat Membagi-Bagi Kue Proyek dari Pemerintah

Meskipun tampil sebagai ahli yang diusulkan Kadin, Prof. Victor Purba tetap mengkritisi wadah organisasi para pengusaha Indonesia itu. Masih layakkah wadah tunggal Kadin dipertahankan?

Mys
Bacaan 2 Menit
KADIN Menjadi Tempat Membagi-Bagi Kue Proyek dari Pemerintah
Hukumonline

 

Namun, Victor Purba berpendapat sebaliknya. Agar dunia usaha mudah ditangani, diperlukan satu wadah atau organisasi. Jika ada dua wadah, apalagi yang namanya mirip, justeru akan membingungkan masyarakat. Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 menghendaki wadah para pengusaha bersifat satu atap, ujarnya.

 

Lebih lanjut ditambahkan Victor, di dalam Kadin sudah ada wakil para pengusaha UKM. Sehingga tidak perlu lagi ada Kadin-UKM. Kalaupun ada keberatan dari pengusaha UKM, semestinya disampaikan lewat Musyawarah Nasional (munas). Sebab, di sana semua pengusaha mendapat perlakuan sama.

 

Keterangan kedua ahli tersebut disampaikan dalam persidangan perkara judicial review yang diajukan oleh pengurus Kadin-UKM. Kadin-UKM mempersoalkan wadah tunggal Kadin yang disebut dalam pasal 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1987.

 

Menariknya, bersamaan dengan judicial review UU Kadin, pengurus Kadin-UKM terlebih dahulu meminta pengujian terhadap pasal 50 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UUMK). Sebab, pasal ini menghalangi hak setiap pihak yang ingin mengajukan permohonan pengujian terhadap undang-undang yang disahkan sebelum amandemen UUD 1945. Contohnya, ya, UU Kadin tadi. Menurut ketentuan pasal 50, hanya UU yang diundangkan sejak Oktober 1999 yang bisa dimohonkan judicial review.

 

Berkenaan dengan pasal 50 UUMK, ahli Prof. Harun Alrasid berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi sebetulnya berhak melakukan pengujian terhadap undang-undang tanpa dibatasi oleh waktu. Dengan kata lain, berwenang menguji undang-undang yang dikeluarkan pada zaman Belanda, misalnya karena bersifat diskriminatif atau melanggar hak asasi manusia. Itu sebabnya Prof. Harun menilai pasal 50 tadi bertentangan dengan UUD 1945.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Victor Purba menilai selama ini Kadin dianggap sebagai tempat membagi-bagi kue proyek Pemerintah. Sehingga mereka yang tidak kebagian proyek akan keberatan. Kritikan itu diungkapkan Victor saat tampil sebagai ahli dalam persidangan judicial review Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Jakarta, Kamis (13/1).

 

Sebenarnya, Victor adalah ahli yang diajukan sendiri oleh Kadin melalui kuasa hukumnya Amir Syamsudin dan kawan-kawan. Dalam keterangannya di depan pleno Mahkamah Konstitusi (MK), staf pengajar hukum ekonomi itu sebenarnya lebih banyak ‘menguntungkan' posisi Kadin. Tetapi pada bagian-bagian akhir keterangan, ia mengajukan kritik tadi.

 

Pandangan senada disampaikan oleh DR Djisman Simanjuntak, ahli yang dihadirkan pemohon judicial review. Pakar ekonomi ini mengatakan bahwa pengusaha kecil dan menengah (UKM) akan selalu kalah dari pengusaha besar jika berhadapan dengan pihak ketiga. Menurut Djisman, usaha berskala besar rawan kolusi, seperti perjanjian-perjanjian yang melanggar prinsip persaingan usaha sehat.

 

Oleh karena sifat dan karakter UKM dengan usaha skala besar berbeda, maka sudah selayaknya ada organisasi tersendiri yang mewadahi para pengusaha UKM. Jadi, organisasi pengusaha tidak harus bersifat tunggal seperti yang ada selama ini dan diamanatkan pasal 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 1987. Ia memberi contoh chamber of Commerce di Jerman yang terdiri dari beberapa wadah pengusaha. Dalam dunia usaha tetap diperlukan keberagaman atau pluralisme, ujar staf pengajar Sekola Tinggi Manajemen Prasetya Mulya itu.

Tags: