Kenali DPA-NPA, Perjanjian Penangguhan Penuntutan dalam Kejahatan Bisnis
Utama

Kenali DPA-NPA, Perjanjian Penangguhan Penuntutan dalam Kejahatan Bisnis

Ius constituendum yang perlu dipertimbangkan penerapannya di Indonesia. Jejak rekam pelaku kejahatan sangat penting.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Pasal 1320 KUH Perdata

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Benny Riyanto mengurai akar persoalan dari penerapan DPA. Hubungan yang akan terbangun berupa perjanjian antara jaksa sebagai penuntut dengan pelaku kejahatan ekonomi.

Dalam konteks ini, Benny mengingatkan  Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat keabsahan perjanjian. Empat syarat sah perjanjian menurut pasal ini adalah sepakat para pihak; dilakukan oleh orang yang cakap secara hukum; ada hal tertentu; dan kausa yang halal. Menarik untuk melihat syarat kausa yang halal dalam penerapan DPA pada pelaksanaan perjanjian para pihak.

Menurut Benny, kausa yang menjadi penyebab terjadinya perjanjian antara penuntut dengan pelaku kejahatan ekonomi akan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Penundaan penuntutan terhadap seorang pelaku yang nota bene telah berstatus tersangka berdasarkan perjanjian menurut Benny harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian. “Salah satu pihaknya adalah tersangka yang melanggar Undang-Undang. Dengan dmeikian substansi yang diajukan bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata,” ujar Benny.

Untuk mengatasi masalah ini, Benny menyarankan agar jksa selaku penuntut menggunakan kewenangan diskresinya agar tidak tersandung dengan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata.

Mengenai kewenangan, asas nemo plus dalam hukum perdata mengatur sebuah tidakan tidak boleh melebihi kewenangan. KUHAP mengatur definisi penuntut umum sebagaimana yang disebutkan adalah jaksa, diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Dalam penerapan DPA, jaksa membangun perjanjian dengan tersangka untuk menunda penuntutan. Pertanyaannya adalah, apakah jaksa tidak melampaui kewenangannya?

Jika jaksa memperjanjikan sesuatu dengan terdakwa dan tersangka maka konsekuensinya adalah kedudukan para pihak harus sama. Sementara pada posisi ini, kedudukan jaksa harusnya lebih tinggi dari terdakwa. Jika kedepan kemudian terjadi pelanggaran yang berkonsekuensi pada wan prestasi, bisakah tuntutan pidana yang sebelumnya telah ditunda dapat dihidupkan kembali? “padahal jika dikembalikan akan berdampak pada waktu proses yang semakin panjang dan mengabaikan kepastian dan kemanfaatan,” ujar Benny.

Selain itu, terdapat pula prinsip kebebasan berkontrak yang perlu diperhatikan. Unsur tidak melanggar undang-undang; tidak melanggar ketertiban umum; dan tidak melanggar kesusilaan harus terpenuhi secara kumulatif. Sementara sejak awal penegakan DPA menurut Benny erat kaitannya dengan pelanggaran terhadap undang-undang. Oleh karena itu, prinsip kebebasan berkontrak tidak bisa diterapkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait