Kepala Daerah Diminta Pastikan PSBB Bisa Turunkan Kasus Covid-19
Berita

Kepala Daerah Diminta Pastikan PSBB Bisa Turunkan Kasus Covid-19

Pemerintah diminta konsisten menerapkan aturan kebijakan penanganan Covid-19, seperti konsisten kebijakan bekerja dari rumah; larangan moda transportasi umum, larangan mudik, dan lain-lain.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Faktanya, sudah jutaan orang pekerja dirumahkan atau pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia mengingatkan ketika jumlah pengangguran terus mengalami peningkatan, sangat dimungkinkan persoalan bakal bermunculan yang berujung ke ranah hukum. Setidaknya potensi masalah sosial perlu diwaspadai. “Kecenderungan inilah yang perlu diwaspadai semua kepala daerah,” pintanya.

Politisi Partai Golkar itu mendorong agar semua kepala daerah memastikan PSBB berhasil mengurangi atau menurunkan angka penularan Covid-19. Hanya tren penurunan jumlah kasus penularan Covid-19 yang memungkinkan daerah bersangkutan melakukan pelonggaran PSBB sebagai modal utama bagi masyarakat memulai lagi semua kegiatan produktif. “Semua kepala daerah harus bekerja lebih keras menurunkan angka penularan Covid-19 dengan periode PSBB yang tidak terlalu lama,” katanya.

Sementara anggota Komisi XI Fauzi Amro menilai kebijakan pemerintah yang membolehkan pekerja berusuia 45 tahun ke bawah diperbolehkan bekerja dan beraktifitas di luar rumah, sama halnya membiarkan pekerja terpapar Covid-19. Sebab, penyebaran Covid-19 belum ada kepastian tren penurunannya, apalagi terputus. Karena itu, kebijakan PSBB mesti terukur dan benar.

Dia melihat kebijakan pemerintah pusat kerap berubah-ubah. Kebijakan yang diucapkan pejabat dikoreksi oleh pejabat lainnya. Kebijakan yang berubah-ubah menunjukan penanganan Covid-19 tidak konsisten atau terkesan mencla-mencle. Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu meminta pemerintahan Joko Widodo konsisten menerapkan aturan kebijakan penanganan Covid-19. Misalnya, konsisten penerapan kebijakan bekerja dari rumah; konsisten pada kebijakan larangan mudik. Bagi Fauzi, kebijakan larangan mudik tak perlu dilonggarkan, supaya tak lagi ada penyebaran Covid-19 ke berbagai daerah.

“Melonggarkan kebijakan transportasi termasuk penerbangan yang kembali dibolehkan, ini kan sama dengan mempercepat penyebaran virus corona menyebar ke seluruh Indonesia,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebutkan presiden telah memerintahkan untuk membuat simulasi pelonggaran PSBB. Mulai prakondisi dan sosialisasi, hingga waktu yang tepat penerapan pelonggaran PSBB. Namun selang beberapa hari kemudian Presiden Jokowi buru-buru meralat. Menurutnya, belum terpikir melonggarkan PSBB. “Saya tegaskan, belum ada kebijakan pelonggaran PSBB,” katanya.

Begitu pula larangan mudik bagi masyarakat ke kampung halaman. Ironisnya, Presiden Jokowi menggunakan diksi adanya perbedaan pulang kampung dan mudik. Padahal keduanya memiliki kesamaan makna. Baginya pulang kampung diperbolehkan. Sementara mudik dilarang. Pernyataan Presiden Jokowi seolah dikoreksi oleh Menhub Budi Karya yang menyebutkan tak ada bedanya mudik dan pulang kampung, sehingga mudik dan pulang kampung dilarang.

Tak berselang lama, Menhub melonggarkan transportasi antar kota dan provinsi, kereta dan peesawat terbang beroperasi. Namun buru-buru diklarifikasi, hanya diperboleh bagi kepentingan pekerjaan. Belakangan Presiden Jokowi kembali mengeluarkan pernyataan kali kesekian membingungkan. “Perlu diingat juga bahwa yang kita larang itu mudiknya, bukan transportasinya,” katanya dalam rapat terbatas yang disiarkan melalui kanal Youtube Setkab, Senin (18/5) kemarin.

Tags:

Berita Terkait