Kesepakatan 5 Lembaga Mencegah Praktik Penyiksaan Berlanjut
Berita

Kesepakatan 5 Lembaga Mencegah Praktik Penyiksaan Berlanjut

Kelima lembaga menyusun strategi bersama untuk mendorong terbentuknya Mekanisme Nasional Pencegahan Penyiksaan (NPM) di Indonesia.

RED
Bacaan 3 Menit

KuPP mengapresiasi keterbukaan dan sikap kooperatif yang telah ditunjukkan berbagai pihak di pemerintahan, yaitu Kemenkopolhukam, Kemlu, Polri, Kemenkumham, terutama Ditjen Pemasyarakatan dan Ditjen Imigrasi. Serta dukungan dari LSM-LSM yang menjadi pilar dari masyarakat sipil. Ini semua adalah upaya untuk kerja berkolaborasi antar lembaga negara dan masyarakat sipil dalam mencegah terjadinya tindakan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya.

Kelima lembaga sepakat bahwa kolaborasi sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menghentikan praktik penyiksaan tersebut. Karena penyiksaan bisa terjadi karena penyalahgunaan kewenangan, kesalahan secara administrasi, tidak terlindunginya korban dan saksi, korbannya bisa meliputi anak-anak dan perempuan. Atas dasar itu, kerja sama yang dijalin sejak tahun 2016 ini diperpanjang hingga Januari 2022.

Selain menjalin kolaborasi antar lembaga, perpanjangan kerja sama ini juga memberi pengalaman-pengalaman  berharga (good practices) ketika kelak Indonesia meratifikasi OpCAT. Karena, KuPP sudah menerapkan prinsip-prinsip utama Mekanisme Pencegahan Penyiksaan.

Sebagaimana diketahui, praktik penyiksaan adalah perbuatan yang membahayakan hak asasi manusia, karena bisa menjadi pintu masuk bagi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia lainnya, seperti perampasan hak hidup. Penyiksaan juga kerap tidak mudah dideteksi, karena terjadinya di ruangan-ruangan tertutup, disembunyikan dari mata publik dan korbannya acap kali diam, karena takut mendapat siksaan yang lebih berat atau diancam jika buka mulut. Bahkan, setiap tahun selalu ada pengaduan ke Komnas HAM, tentang terjadinya praktik penyiksaan yang bertentangan konstitusi dan hukum di Indonesia.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan selama dua tahun terakhir para penegak hukum dan masyarakat secara umum belum menunjukkan sensitivitas pada norma HAM. "Tidak hanya norma yang mengarah pada HAM tapi juga pada norma keadilan, kemanusiaan yang menjadi dasar suatu bangsa membangun peradaban hukum," katanya dikutip dari Antara.

Peristiwa kekerasan, perendahan martabat manusia seringkali dilazimkan oleh sistem, regulasi, kultur penegakan hukum di Indonesia termasuk sistem sosial kemasyarakatan. Bahkan, lebih buruk lagi tak jarang nilai-nilai agama juga dipakai untuk membenarkan tindakan itu. Oleh sebab itu, tugas besar semua pihak tidak hanya memantau, mengawasi atau memperbaiki sistem kelembagaan hukum baik di rumah tahanan, panti-panti, lembaga pemasyarakatan dan sebagainya tetapi mengajak seluruh elemen bangsa mengubah cara berpikir dalam melihat manusia.
(ANT)

Tags:

Berita Terkait