Ketidakjelasan Hukum di Balik Polemik Gugatan Jabatan Ma’ruf Amin
Sengketa Pilpres 2019:

Ketidakjelasan Hukum di Balik Polemik Gugatan Jabatan Ma’ruf Amin

Polemik ini merupakan perbebatan klasik yang terus bergulir hingga saat ini. Ketidakjelasan hukum dan penerapannya menjadikan permasalahan ini berada di wilayah abu-abu sehingga terus dipersoalkan berbagai pihak.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Cawapres nomor urut 01 Maruf Amin saat pengambilan nomor urut di KPU. Foto: RES
Cawapres nomor urut 01 Maruf Amin saat pengambilan nomor urut di KPU. Foto: RES

Persidangan sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden-Calon Wakil Presiden 2019 sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu dalil yang dipermasalahkan Tim Kuasa Hukum Pasangan Prabowo-Sandiaga Uno mengenai posisi Cawapres 01, Ma’ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Kedua bank syariah tersebut merupakan anak usaha dari Bank Mandiri Persero dan BNI Persero.

 

Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menuding Ma’ruf tidak memenuhi persyaratan karena melanggar Pasal 227 huruf p UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut menyatakan bahwa saat pendaftaran, bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu. Saat pendaftaran tersebut, Ma'ruf masih tercatat sebagai pejabat di bank BSM dan BNI Syariah.

 

Menanggapi tudingan tersebut, pihak pasangan Jokowi-Ma’ruf menyatakan posisi Ma’ruf tidak termasuk dalam jabatan BUMN karena hanya tercatat sebagai Dewan Pengawas Syariah. Selain itu, posisi Ma’ruf juga berada dalam anak usaha BUMN yang tidak dapat dikategorikan sebagai perusahaan BUMN.

 

Sebenarnya, polemik ini merupakan perbebatan klasik yang terus bergulir hingga saat ini. Ketidakjelasan hukum dan penerapannya menjadikan permasalahan ini berada di wilayah abu-abu sehingga terus dipersoalkan berbagai pihak.

 

Ahli Hukum Keuangan Publik Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang menjelaskan, secara teori hukum bahwa anak perusahaan tidak termasuk dalam BUMN, penyelenggara negara dan kekayaan negara yang dipisahkan. Anak usaha BUMN adalah entitas hukum tersendiri dan terpisah dengan BUMN dan negara.

 

Namun, Dian mengatakan, teori tersebut tidak sesuai dengan praktik penerapan putusan pengadilan yang mengarah bahwa anak usaha termasuk dalam BUMN. “Dalam praktik penerapan putusan pengadilan, termasuk putusan MK Nomor 48 dan 62 Tahun 2013 dan norma perundang-undangan termasuk persepsi penegak hukum, anak perusahaan BUMN adalah kekayaan dan keuangan negara yang tidak terlepas dari bumn dan negara. Hal ini sudah saya prediksi dalam praktik ketatakelolaan pasti akan menimbulkan kerumitan, ketidakpastian, ketidak-konsistenan dalam penerapan hukum tertentu,” jelas Dian.

 

Baca:

Tags:

Berita Terkait