Ketum IPPAT Hapendi Harahap Imbau PPAT Beretika dalam Bertugas
Terbaru

Ketum IPPAT Hapendi Harahap Imbau PPAT Beretika dalam Bertugas

Agar tak tersandung kasus mafia tanah seluruh PPAT di Indonesia diminta melakukan pekerjaan dengan santun dan mentaati seluruh prosedur tata cara kerja yang telah diatur dalam undang-undang.

CR-27
Bacaan 3 Menit
Acara Instagram Live Headline Talks Hukumonline bertajuk Mafia Tanah Marak, Bagaimana Sikap IPPAT?, Jumat (17/12). Foto: CR-27
Acara Instagram Live Headline Talks Hukumonline bertajuk Mafia Tanah Marak, Bagaimana Sikap IPPAT?, Jumat (17/12). Foto: CR-27

Kejahatan mafia tanah masih menjadi persoalan bagi masyarakat yang ingin mengurus akta tanah miliknya. Kejahatan ini harus segera diberantas guna mengembalikan kepercayaan masyarakat, tak terkecuali kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Adanya stigma negatif yang kini melanda profesi PPAT membuat Ketua Umum Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Hapendi Harahap, bersuara mengenai hal tersebut.

Dalam acara Instagram Live Headline Talks Hukumonline, Jumat (17/12), Hapendi menjelaskan dalam hukum pertanahan Indonesia, setiap peralihan hak atas tanah karena jual beli, hibah dan peralihan tanah lainnya, perlu disarankan harus dengan bantuan PPAT. Oleh karena itu, bila modus yang digunakan oleh mafia tanah dengan modus mekanisme peralihan, maka mau tidak mau harus melibatkan PPAT dan itu tidak bisa dihindari.

Hependi mengatakan setiap pejabat PPAT memiliki kode etik serta standar operasional dalam bekerja yang harus dipatuhi oleh setiap anggota. IPPAT mengawasi para pejabat akta tanah mulai dari lingkup pusat hingga daerah. Dia menilai adanya PPAT yang melanggar kode etik dalam proses pembuatan akta tanah lebih berkaitan dengan iktikad tidak baik.

“Peraturan yang dimiliki PPAT sudah cukup memproteksi dalam proses transaksi antara PPAT dan masyarakat. Sebetulnya tidak ada peluang bagi orang yang beritikad baik yang mengalihkan hak atas tanah miliknya atau kewenangannya. Disinilah dinilai keterkaitan antara pejabat PPAT yang beriktikad baik dan yang tidak beriktikad baik,” jelas Hapendi. (Baca: Bersih-Bersih Mafia Tanah, Kementerian ATR/BPN Lakukan Digitalisasi)

Hapendi melanjutkan, satu-satunya pejabat di Indonesia yang diberikan hak dan kewenangan dalam mengurus soal pertanahan adalah PPAT, bukan notaris atau pejabat lain. PPAT tidak diatur di dalam kode etik, melainkan diatur dalam berbagai peraturan, seperti Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah; Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam peraturan tersebut, tertulis jelas mengenai proteksi dan standar operasional terkait seseorang PPAT yang akan membuat akta. Mulai dari bidang tanah, sertifikat tanah, lokasi, buku tanah. Seluruhnya ini adalah bagian dari proteksi terhadap pemilik tanah.

“Seluruh SOP yang ada merupakan bagian dari proteksi terhadap pemilik tanah, bahkan untuk menghadiri pertemuan dengan PPAT, harus menyerahkan berkas KTP, KK hingga surat nikah sebagai bentuk proteksi agar masyarakat yang ingin membalikkan nama hak atas tanah merasa aman,” sambungnya.

Ia megatakan pejabat PPAT berada di bawah peraturan hukum yang berlaku. PPAT telah diatur terkait dengan tata cara, hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, hal yang boleh dirangkap dan yang tidak boleh dirangkap yang semuanya telah diatur dalam undang-undang. Sehingga, tidak ada peluang bagi seseorang PPAT yang beriktikad baik melakukan pelanggaran dalam hak atas tanah.

“Masyarakat tidak perlu ragu dan tidak perlu khawatir untuk mempercayakan peralihan hak atas tanah kepada PPAT,” tegasnya.

IPPAT merupakan satu-satunya organisasi bagi perkumpulan PPAT di seluruh Indonesia. Saat ini ada 21.857 orang PPAT yang tersebar di seluruh Indonesia. IPPAT dibantu oleh pengurus pusat, pembina majelis kehormatan dan majelis pembina dan pengawasan.

“PPAT yang melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga IPPAT, maka akan dilakukan persidangan yang dilakukan oleh majelis kehormatan,” lanjutnya.

Untuk pengawasan berlapis agar pejabat PPAT tidak melakukan hal melanggar hukum, kata Hapendi, IPPAT mewajibkan untuk melakukan pemutakhiran keilmuan setiap tahunnya.

“Kami mewajibkan dalam anggaran dasar IPPAT untuk setiap PPAT melakukan pemutakhiran keilmuan setidaknya 6 bulan sekali. Hal ini harus dilakukan oleh PPAT pusat hingga PPAT daerah. Dalam satu semester paling tidak PPAT mendapat pembekalan sebanyak tiga kali dan diawasi oleh 3 institusi pengurus pusat yaitu majelis kehormatan, majelis pembina dan pengawas,” ungkapnya.

Hapendi menegaskan PPAT yang terbukti melanggar tentu akan diberikan sanksi berupa teguran, surat peringatan hingga skorsing. “PPAT yang terbukti melanggar akan dikeluarkan dari keanggotaan IPPAT,” tambahnya.

Dia juga mengimbau kepada masyarakat yang akan mengurus tanahnya supaya tidak terkena kasus mafia tanah. “Masyarakat yang ingin mengurus hak tanah harap untuk mengurusnya ke PPAT di wilayah, di mana tanah itu berada,” imbaunya.

Hapendi juga melanjutkan jika masyarakat tidak mengenal PPAT di wilayah di mana tanah tersebut berada, masyarakat bisa mendatangi kantor pertanahan dan meminta rekomendasi dari kantor pertanahan terkait PPAT. Ia juga meminta agar masyarakat berhati-hati terkait PPAT palsu.

“Saat ini seluruh PPAT sedang di sertifikasi dan diberikan kartu tanda anggota secara elektronik. Seseorang PPAT yang sah dan anggota IPPAT sudah terdaftar secara online dan bisa ditelusuri,” ujarnya.

Terakhir, Hapendi berharap agar seluruh PPAT di Indonesia melakukan pekerjaan dengan santun, beretika dan mentaati seluruh prosedur tata cara kerja yang telah diatur dalam undang-undang. “Oleh karena itu kepada seluruh PPAT, mari kita jalankan jabatan secara beriktikad dan mematuhi prosedur yang ada,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait