Kinerja Legislasi Rendah, Fadli Zon: Memangnya DPR Pabrik UU
Berita

Kinerja Legislasi Rendah, Fadli Zon: Memangnya DPR Pabrik UU

Pembahasan sebuah RUU tak dapat dilakukan semata oleh DPR, tetapi dengan pemerintah dan DPD.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: @fadlizon
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: @fadlizon
Berbicara gedung parlemen Senayan, mata publik tertuju pada fungsi legislasi DPR. Tak banyak yang dihasilkan DPR periode 2014-2019 dalam kurun waktu satu tahun bekerja. Meski mengakui belum dapat bekerja maksimal, DPR berkelit bukanlah sebagai pabrik Undang-Undang (UU).

“Masalah RUU ini, kita lihat bahwa DPR bukanlah pabrik UU,” ujar Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di Gedung DPR, Jumat (2/10).

Fadli menilai DPR dalam menjalankan fungsi sudah sesuai dengan amanat UU. Dari ketiga fungsi DPR, hanya budgeting dan pengawasan yang terbilang kuat. Sayangnya, fungsi legislasi memang tidak sesuai harapan publik. Legislasi yang dihasilkan DPR cenderung melempem.

Sejumlah komisi memang sudah melakukan pembahasan RUU. Salah satunya RUU Merk dan Paten yang dalam pembahasan di tingkat Pansus. Begitu pula dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Fadli mencatat, dari 37 RUU prioritas Prolegnas 2015, setidaknya terdapat 12 RUU yang sudah masuk tahap  pembahasan.

Politisi Partai Gerindra itu berpandangan prosedur pembahasan RUU berbeda dengan DPR periode lalu. Misalnya, pembahasan RUU yang terdapat di komisi kemudian diharmonisasikan dan disingkronisasikan di Badan Legislasi (Baleg). Terlebih muatan materi sebuah RUU dengan lainnya berbeda. Pembahasan sebuah RUU memang tidak dapat dibebankan kepada DPR semata.

Pasalnya, pembahasan sebuah RUU mesti dilakukan bersama dengan pemerintah dan DPD. Dengan begitu, beban legislasi tidak dapat dibebankan sepenuhnya kepada DPR semata. Misalnya, RUU KUHP sudah mulai di bahas puluhan tahun lalu. Soalnya, materi RUU KUHP terbilang berat bobot muatan materinya. Begitu pula dengan RUU Pengendalian Minuman Beralkohol yang memerlukan pendalaman.

“Kita percepat minta Baleg gimana Prolegnas, kemudian disampaikan ke publik,” ujarnya.

Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo berpandangan, acapkali pergantian periode anggota DPR acapkali di tahun pertama mengalami minimnya UU yang dihasilkan. Menurutnya minimnya kinerja DPR kali ini di tahun pertama bukan tanpa sebab. Pertama, selepas pelantikan anggota dewan periode 2014-2019, tiga bulan pertama terjadi tarik menarik kepentingan antara Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih.

“Konsekuensi politiknya direvisinya UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3),” ujarnya.

Dikatakan Firman yang juga duduk sebagai anggota Komisi IV itu, direvisinya UU MD3 menjadikan Baleg tak lagi memiliki kewenangan yang besar dalam melakukan penyusunan  sebuah RUU. Kini, pembahasan RUU pun dikembalikan sepenuhnya di tingkat komisi. Ia berpandangan terhadap tidak rampungnya  pembahasan sebuah RUU yang diajukan pemerintah, DPR dan DPD menjadi bagian penyebab lambannya menghasilkan UU.

Sebab, dalam pembahasan sebuah RUU tidak mengenal istilah carry over, yakni RUU yang tidak selesai pembahasannya oleh DPR periode sebelumnya tidak dapat diteruskan oleh DPR berikutnya. Dengan kata lain, sekali pun akan melanjutkan kembali sebuah RUU, maka dilakukan pembahasan mulai dari tahap awal. Mulai naskah akademik, draf RUU dan seterusnya, antara lain RUU KUHP.

“Dulu dibahas dan tak dapat persetujuan tidak bisa dilanjutkan, harus dibahas ulang. Ketika itu (RUU) diserahkan komisi, maka komisi menegaskan RUU itu untuk menyusun langkah akademis. Harus studi banding, Focus Grups Discuccion (FGD), ini semua makan waktu,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, dalam rangka mengatasi persoalan minimnya fungsi legislasi perlu dilakukan terobosan. Misalnya kunjungan kerja dan studi banding tidak melulu dilakukan oleh DPR. Tetapi dapat dilakukan oleh pemerintah dan DPD.

“Kedua, (pembuatan) nasah akademik  kita libatan perguruan tinggi. Perguruan tinggi mana saja yang dilibatkan sehingga nanti diketuk palu, kita sebar Perguruan Tinggi mana yang dapat membuat naskah akademik,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait