Kini Advokat Juga Dikecualikan Memiliki SIKM
Utama

Kini Advokat Juga Dikecualikan Memiliki SIKM

​​​​​​​Pengecualian ini bersama dengan pegawai Kemenkumham, KPK, Kejagung, MA dan MK.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

“Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi DKI Jakarta juga perlu untuk lebih mempertimbangkan aspek keadilan. Misalnya saja dalam konteks perkara pidana, di mana Pasal 54, 55, dan 57 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa seorang Tersangka atau Terdakwa memiliki hak untuk didampingi Penasihat Hukum dalam setiap tahap pemeriksaan yang dihadapinya. Tentunya pemenuhan hak ini bisa terhambat apabila Penasihat Hukum yang berlatar belakang Advokat harus terkendala alasan ‘administratif pengurusan SIKM, hal mana tidak perlu dihadapi oleh penegak hukum lainnya,” bunyi surat tersebut.

Terlebih lagi, situasi pandemi COVID-19 tidak menjadikan operasi institusi peradilan tutup/dihentikan. Mahkamah Agung melalui SEMA No. 1 Tahun 2020 jo. SEMA No. 5 Tahun 2020 tetap menginstruksikan institusi peradilan yang berada di bawah naungannya untuk tetap beroperasi normal di tengah situasi pandemi COVID-19 dengan penyesuaian sistem kerja tertentu. Artinya, sama seperti hakim, jaksa, penyelidik/penyidik/penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Advokat juga dituntut untuk menghadiri persidangan yang dilaksanakan oleh institusi peradilan di tengah situasi pandemi COVID-19 ini. (Baca: Melihat Tantangan Advokat di Era Digital)

Dengan demikian, agar tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, maka kami meminta agar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi DKI Jakarta memahami kondisi pelaksanaan profesi Advokat dan mengubah kebijakannya sehingga profesi Advokat, sama seperti penegak hukum lainnya, mendapatkan pengecualian kepemilikan SIKM untuk melakukan kegiatan keluar/masuk Provinsi DKI Jakarta sepanjang yang bersangkutan menjalankan tugas penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, advokat senior Stefanus Haryanto dalam akun media sosial yang telah dikonfirmasi Hukumonline menulis surat keputusan tersebut merupakan tindakan diskriminatif terhadap profesi advokat. Oleh karena itu ia berharap (DPN) Peradi harus memprotes keras putusan ini. "Peradi harus protes keras karena advokat sebagai salah satu penegak hukum diperlakukan diskriminatif oleh Pemda DKI. Advokat juga harus menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum sehingga harus diperlakukan sama dengan penegak hukum lainnya," tulis Stefanus.

Juniver Girsang, Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (PERADI SAI) mengatakan pihaknya telah membahas hal ini dalam rapat internal. Ia juga memprotes keras surat keputusan Pemprov DKI yang tidak memasukkan profesi advokat dalam pengecualian SIKM.

Ketua Umum PERADI Rumah Bersama Advokat (RBA) Luhut Pangaribuan juga mengkritisi aturan ini. Menurutnya advokat merupakan satu kesatuan penegak hukum, sehingga aturan yang tidak memasukkan advokat sebagai pengecualian untuk tidak memiliki SIKM keliru karena mereka juga masih bersidang demi penegakan hukum. "Wah itu keliru. Karena penegak hukum itu satu kesatuan dalam sistem. Kalau nggak boleh malah timpang, nggak jalan. Sidang pidana dan perdata juga jalan kan sekarang. Jadi itu bentuk ketidaktahuan pembuat aturan, harus diperbaiki," terangnya.

Tags:

Berita Terkait