Kisah Abu Hanifah dan Sekantung Uang: Melihat Korupsi dari Perspektif Fikih
Edsus Lebaran 2019

Kisah Abu Hanifah dan Sekantung Uang: Melihat Korupsi dari Perspektif Fikih

Kalau profesor doktor menyuap untuk mendapatkan jabatan, maka tak ada lagi gunanya gelar itu.

Aji Prasetyo/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

"Salah satu pendapat yang pernah disampaikan oleh Pak Azyumardi Azra, mantan Rektor UIN Jakarta. Beliau menyatakan, lembaga-lembaga birokrasi agama belum cukup memainkan peran sebagai kelompok atau organisasi yang memiliki agenda pokok dalam pemberantasan korupsi dan menciptakan good governance," kata Agus dalam diskusi Sinergi dalam Dakwah AntiKorupsi.

 

Turut hadir dalam acara ini sejumlah Pimpinan dan tokoh ormas Islam, antara lain Ketua MUI Pusat bidang Seni budaya Islam, K.H Sodikun, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH. Kholil Nafis, Ketua Lembaga Hikmah PP Muhammadiyah KH. Yono Reksoprojo, dan Ketua PBNU KH. Robikin Emhas.

 

Ketua Dakwah Majelis Ulama Indonesia, Kholil Nafis menyayangkan kalau selama ini pelaku korupsi justru berasal dari kalangan terpelajar dan berkecukupan. KPK memang melansir jika mayoritas pelaku korupsi berpendidikan tinggi yaitu Strata Dua lalu Strata Satu dan terakhir bergelar doktor. Sementara yang berpendidikan SMA dan SMP sangat sedikit. 

 

Dari kenyataan itu, Kholil berkesimpulan bahwa perilaku korupsi tidak saja tentang jenjang pendidikan, melainkan karakter dan kesadaran dari masing-masing individu. Ia juga pun menawarkan sebuah solusi terkait hal ini yaitu melalui Da'i atau pendakwah. "Da'i bisa berbicara dengan 100 sampai dengan 1.000 orang. Tapi da'i itu harus memberikan ceramah yang selaras dengan kepentingan nasional, agar terbangun integrasi antara agama dan negara," ujarnya. 

 

Sementara itu, Ketua MUI pusat bidang Seni Budaya Islam K.H Sodikun mengatakan, MUI telah memiliki pedoman dakwah dalam hal sinergi dan kerja sama, baik dengan unsur pemerintah maupun jaringan ormas atau komunitas. Oleh karena itu ia berharap, pertemuan ini menjadi momentum bersama untuk memerangi perilaku korupsi. "Kami berharap, Pak Ketua, ini bisa ditindaklanjuti dengan Majelis Ulama, bersama dengan ormas-ormas Islam yang ada," pungkasnya.

 

Ke depan, ini menjadi tantangan bagi kaum agamawan untuk ikut berperan mencegah korupsi. Sudah cukup banyak kasus korupsi ditangani KPK yang menunjukkan korupsi bisa juga dilakukan oleh mereka yang di depan publik terlihat sebagai orang yang taat beragama. Kuncinya bukan suara publik itu. Kata Bismar Siregar, kuncinya ada di diri masing-masing orang. Sudahkah saya bersih dari korupsi?

Tags:

Berita Terkait