Organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan lainnya menemukan indikasi kecurangan Pemilu 2024 pada setiap tahapan. Mulai dari penunjukan penjabat (Pj) Kepala Daerah, pencalonan hingga kampanye.
Koordinator Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Ghalita Putri Sjafrina mengatakan temuan itu dikumpulkan dengan cara menghimpun pengaduan publik di kanal kecuranganpemilu.com. Serta peliputan jurnalistik kepemiluan dengan berkolaborasi bersama jaringan masyarakat dan jurnalis di 10 daerah. Hasil pemantauan di 10 provinsi.
Yakni Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur sampai 10 Februari 2024 terdapat 53 dugaan kecurangan pemilu. Temuan paling banyak berkaitan dengan pemilihan umum legislatif (Pileg) 22 dugaan, dan pemilihan umum calon Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 21 dugaan.
Sisanya kombinasi antara dugaan kecurangan Pileg dan Pilpres. Jenis kecurangan yang ditemukan koalisi antara lain penyalahgunaan fasilitas negara 7 kasus, netralitas pejabat/aparatur negara dan desa 22 kasus, netralitas/profesionalitas penyelenggara pemilu 10, dan politik uang 20 kasus.
“Temuan paling banyak terkait netralitas pejabat negara atau aparatur mulai dari menteri, kepala daerah, aparatur sipil negara, kepala desa,” kata Almas dalam peluncuran Catatan Temuan Kecurangan Pemilu 2024, Senin (12/2/2024) kemarin.
Baca juga:
- Kecurangan Membuat Hilangnya Legitimasi Hasil Pemilu
- Ada Indikasi Tidak Netral, Akademisi Beri Peringatan Soal Potensi Kecurangan Pemilu
- Giliran Akademisi Unej Deklarasikan Seruan Moral Selamatkan Demokrasi
Modus kecurangan yang melibatkan kepala desa antara lain politisasi dengan mengarahkan kepala desa untuk mendukung calon tertentu. Kepala desa menunjukkan dukungan kepada calon tertentu melalui video, pose, dan terlibat aktif atau pasif dalam kampanye. Membagikan sembako kepada kepala RT/RW disertai narasi dukungan terhadap calon tertentu. Bahkan kepala desa mengarahkan warga untuk memilih calon tertentu dengan ancaman penghentian distribusi bantuan sosial (Bansos).