Komnas HAM Butuh Surat Perintah Penyidikan
Berita

Komnas HAM Butuh Surat Perintah Penyidikan

Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Komnas HAM Butuh Surat Perintah Penyidikan
Hukumonline

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu masuk dalam Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tapi sampai sekarang proses penyelesaiannya belum menemukan titik terang. Padahal beberapa waktu lalu sejumlah lembaga terkait seperti Komnas HAM telah bertemu Presiden untuk melakukan pembahasan, salah satunya penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Pertemuan demi pertemuan telah digelar dalam beberapa tahun terakhir, tetapi penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu tak kunjung tuntas.

 

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengatakan awal Juni lalu Komnas HAM bertemu dengan Presiden Joko Widodo membahas solusi penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Dalam pertemuan itu Komnas HAM menjelaskan berkas penyelidikan sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Pada pertemuan itu muncul juga wacana penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.

 

Di luar wacana mekanisme yudisial itu, berkembang gagasan Dewan Kerukunan Nasional (DKN) dan Tim Gabungan Terpadu.  Korban, keluarga korban, dan pendamping cenderung menolak gagasan penyelesaian lewat DKN.

 

(Baca juga: Ada Penolakan Terhadap Konsep DKN tentang Penyelesaian Kasus HAM)

 

Peraturan perundang-undangan nasional mengamanatkan Komnas HAM untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalui melalui mekanisme hukum. “Komnas HAM klarifikasi, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang kami lakukan mengacu peraturan perundang-undangan, bukan cara lain,” kata Damanik dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (06/8).

 

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, mengingatkan Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM mengamanatkan untuk mengadili pelanggaran HAM berat dibentuk pengadilan HAM di lingkungan peradilan umum. Ketetapan MPR No. V Tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional mengamanatkan pemerintah untuk menegakan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan bertanggung jawab, serta menjamin dan menghormati HAM. Langkah itu harus didahului dengan menyelesaikan kasus dugaan  pelanggaran HAM.

 

Untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat, Amiruddin mengatakan Ketetapan MPR No. V Tahun 2000 mengamanatkan pemerintah untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKR) sebagai lembaga ekstra yudisial, jumlah anggota dan kriterianya ditetapkan UU. Sebelumnya pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), tapi regulasi itu dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

 

Sesuai kewenangan yang diamanatkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Amiruddin mengatakan, Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan terhadap sedikitnya 9 kasus pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan itu sudah diserahkan kepada Jaksa Agung. “Saat Komnas HAM bertemu Presiden Joko Widodo awal Juni 2018, kami sudah menyampaikan proses penyelesaiannya melalui proyustisia,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait