Koreksi Salah Kaprah Soal Kelsen, Dosen FHUI Terbitkan Buku
Terbaru

Koreksi Salah Kaprah Soal Kelsen, Dosen FHUI Terbitkan Buku

Teori Kelsen bukan berbicara hal yang normatif atau yang seharusnya.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Ketua Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FHUI, Suparjo (kiri) menyerahkan piagam penghargaan atas peluncuran buku terbaru karya E.Fernando M. Manullang (kanan), pakar filsafat hukum FHUI, Selasa (5/3/2024). Foto: Istimewa
Ketua Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FHUI, Suparjo (kiri) menyerahkan piagam penghargaan atas peluncuran buku terbaru karya E.Fernando M. Manullang (kanan), pakar filsafat hukum FHUI, Selasa (5/3/2024). Foto: Istimewa

E.Fernando M. Manullang, pakar filsafat hukum Universitas Indonesia resmi meluncurkan buku khusus mengoreksi salah kaprah memahami pemikiran Hans Kelsen—tokoh hukum kenamaan—di Indonesia. Peluncuran buku ini dilakukan melalui Kuliah Umum berjudul Teori Murni tentang Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada 5 Maret 2024 lalu. Buku terbaru karya Fernando ini menyajikan kritik akademik dengan judul Norma Hanyalah Makna, Grundnorm Malah Seperti Tuhan.

“Salah kaprah ini terjadi karena literatur kita yang ditulis dalam bahasa Indonesia, entah di dalam buku-buku maupun jurnal-jurnal, memberikan penekanan seolah Hans Kelsen membicarakan yang seharusnya,” kata pengampu bidang studi Dasar-Dasar Ilmu Hukum di Universitas Indonesia ini.

Baca juga:

Fernando melakukan pembacaan ulang terhadap pemikiran Hans Kelsen dengan analisis kritis filsafat hukum. Uraiannya berpusat pada gagasan pure theory of law oleh Kelsen yang begitu populer di Indonesia. Objek yang difilsafati adalah gagasan Kelsen soal teori murni tentang hukum atau pure theory of law yang dalam bahasa naskah aslinya dalam bahasa Jerman adalah reine rechtslehre.

Ada tiga salah kaprah pemahaman umum yuris Indonesia yang dikoreksi ulang Fernando. Pertama, bahwa norma adalah hal yang seharusnya. Kedua soal norma harus dibersihkan dari unsur-unsur bukan hukum. Ketiga ialah soal hakikat grundnorm yang di Indonesia diakui berwujud Pancasila.

“Saya tidak tahu kenapa para ahli hukum sejak tahun 60-an tidak pernah ada yang menyebutkan bahwa norma adalah makna seperti menurut Kelsen. Kita selalu menganggap bahwa norma itu yang seharusnya,” ujarnya dalam Kuliah Umum. Kelsen hanya sedang mengatakan bahwa norma sebagai makna saling memberi makna secara berjenjang. “Idenya Kelsen di sini adalah penafsir bukan subjek,” ujar Doktor Filsafat ini lagi.

Lebih jauh, Fernando menunjukkan bahwa Kelsen secara terang-terangan mengakui pure theory of law adalah teori penafsiran. Dengan kata lain, teorinya bukan berbicara hal yang normatif atau yang seharusnya. “Kelsen berbicara tentang teori murni, bukan teori hukum. Kelsen menolak teorinya dicampuri dengan unsur asing. Teorinya mesti murni. Jadi ini, sekali lagi, bukan mengenai hukum,” ujar Fernando.

Tags:

Berita Terkait