KPPU Selidiki Dugaan Kartel Pinjaman Online
Berita

KPPU Selidiki Dugaan Kartel Pinjaman Online

Dengan infrastuktur yang minim, besaran bunga yang diterapkan P2P Lending dinilai terlalu tinggi. Besaran bunga seharusnya diatur oleh regulator, bukan asosiasi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Memang bunga fintech itu tinggi karena ‘kan risiko tinggi. Tapi coba lihat KTA dari perbankan. Perbankan bisa lebih rendah, dan punya risiko juga, kenapa fintech tidak,” imbuhnya.

 

Jika dibandingkan dengan perbankan atau pembiayaan konvensional, pinjaman online harusnya menetapkan bunga yang lebih rendah. Pasalnya perusahaan pinjaman online beroperasi dengan infrastruktur yang minim, seperti tidak punya gedung kantor dan sebagainya.

 

Maka untuk membuktikan dugaan tersebut, KPPU akan melakukan penelitian dengan memanggil beberapa pihak terkait. Pemanggilan tersebut diperlukan untuk mengumpulkan satu alat bukti agar perkara ini bisa masuk ke tingkat penyelidikan.

 

Jika nanti dugaan tersebut terbukti, maka salah satu kemungkinan yang akan dilakukan KPPU adalah dengan memberikan masukan kepada OJK untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang besaran suku bunga.

 

"Kami sedang pertimbangkan untuk memanggil pelaku usaha,” tambahnya.

 

Sementara itu Komisioner KPPU, Guntur Saragih menjelaskan jika KPPU sudah melihat indikasi dugaan kartel di P2P lending. Terutama terkait besaran suku bunga yang dinilai tidak masuk akal.

 

"Bunga bank saja tidak setinggi itu. Makanya, dicurigai ada persaingan yang tidak sehat dalam bisnis fintech P2P lending ini. Bunganya kok lebih besar daripada yang konvensional?" ungkap Guntur.

 

Sebagai informasi, penetapan suku bunga fintech P2P lending dilakukan melalui Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Mereka sepakat menawarkan bunga maksimal 0,8 persen per hari dengan akumulasi denda maksimal tidak lebih dari nilai pinjaman. 

 

Tags:

Berita Terkait