Kritik Jokowi, Visi Indonesia Sejatinya Menegakkan Konstitusi dan HAM
Berita

Kritik Jokowi, Visi Indonesia Sejatinya Menegakkan Konstitusi dan HAM

Berharap pemerintahan ke depan memastikan tegaknya negara hukum Indonesia yang menjadikan konstitusi dan HAM sebagai pedoman utama menjalankan pemerintahan yang demokratis. Penegakkan hukum, HAM, pemberantasan korupsi, serta keadilan sosial dan ekologis harus menjadi prioritas pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

YLBHI/LBH juga menilai pemerintahan ke depan potensial berwatak represif. Hal ini ditunjukkan dengan memangkas peraturan perizinan yang menghambat investasi tanpa mempertimbangkan perlindungan hak warga negara dan lingkungan hidup. Parahnya, pidato itu melarang atau alergi terhadap investasi dengan ancaman represif. “Yang menghambat investasi, harus dipangkas atau ‘dihajar’ jika diperlukan,” begitu YLBHI/LBH mengutip pidato Presiden Jokowi.

 

Pemanfaatan APBN berorentasi pada kemanfaatan ekonomi seperti infrastruktur, tapi melupakan aspek keadilan sosial, ekologi, dan budaya. Karena itu, YLBHI/LBH menyatakan Visi Indonesia yang disampaikan Presiden Jokowi itu tidak mengarah pada visi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD RI 1945.

 

Pemerintah yang menekankan pembangunan fisik seperti infrastruktur bukanlah cara pikir baru. Ini cara pikir lama (usang), pola pikir developmentalism ini dianut rezim orde baru yang berujung ketimpangan ekonomi dan masalah keadilan sosial. Rakyat Indonesia berhak mendapat yang lebih baik dari sekedar dibentuk menjadi adaptif, produktif, kompetitif, dan bergantung pada investasi. Pembangunan seharusnya mengarah pada pembentukan nilai-nilai keadilan, penghormatan terhadap HAM, warga yang kritis dan berdaya serta menghargai keberagaman.

 

Selanjutnya, YLBHI/LBH berharap pemerintahan ke depan memastikan tegaknya negara hukum Indonesia yang menjadikan konstitusi dan HAM sebagai pedoman utama dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis. Penegakan hukum, HAM, pemberantasan korupsi, serta keadilan sosial dan ekologis harus menjadi prioritas pemerintah.

 

Langkah mundur

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati menilai pidato itu menunjukan langkah mundur Presiden Jokowi. Isi pidato itu tidak sejalan dengan komitmen politik yang tertuang dalam nawacita. Alih-alih memperjuangkan pemenuhan hak rakyat, pidato itu malah menunjukan keberpihakan pada kepentingan bisnis dan investasi.

 

“Narasi yang diucap Jokowi, khususnya pada tahapan keempat lebih tepat disebut sebagai visi mundur untuk mewujudkan keadilan sosial ekologis dan semangat melahirkan ‘negara hadir’ sebagai otoritas yang memberi perlindungan sekaligus pelayan kesejahteraan dan keselamatan bagi rakyatnya,” ujar perempuan yang disapa Yaya itu.

 

Yaya melihat kebijakan pemerintahan Jokowi selama ini bertentangan dengan janji politiknya. Memberi karpet merah kepada investasi untuk membuka lapangan kerja guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menggunakan konsep trickle down effect merupakan cara usang yang layak ditinggalkan. Rakyat layaknya sebagai subyek yang mampu mengelola kekayaan alamnya (sendiri) melalui kebijakan yang memberi perlindungan terhadap wilayah kelola rakyat.

Tags:

Berita Terkait