Pikul Tanggung Jawab Besar, Kurator Tak Boleh Sembrono Tangani Perkara Kepailitan
Utama

Pikul Tanggung Jawab Besar, Kurator Tak Boleh Sembrono Tangani Perkara Kepailitan

Fungsi dan tugas kurator perlu dipahami secara baik guna mencegah terjadinya tindakan yang dapat merugikan para pihak baik itu debitor, kreditor, maupun kurator itu sendiri.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Dalam proses hukum kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), kurator atau pengurus memiliki peran yang sangat vital. Dalam Pasal 1 angka (5) UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, disebutkan bahwa kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas.

Terkait tugas dan fungsi kurator, mengacu pada Pasal 69 ayat (1) UU Kepailitan, tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dalam melaksanakan tugasnya, kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan; dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit.

Pelaksanaan tugas pemberesan harta pailit merujuk pada Pasal 184 ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan bahwa kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila: usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan. (Baca Juga: Mau Usaha Patungan atau Join Venture? Empat Dokumen Ini Harus Dipenuhi)

Jika dicermati, kurator memiliki wewenang penuh terhadap boedel pailit debitur. Namun Korwil Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Anner Mangatur Sianipar mengingatkan bahwa dibalik kewenangan yang besar, kurator dibebani tanggung jawab yang besar pula. Untuk itu Sianipar mengingatkan para kurator untuk tidak sembrono saat menjalankan tugasnya dalam perkara kepailitan dan PKPU.

Mengenai tanggung jawab kurator, diatur dalam Pasal 72 UU 37/2004, dimana kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

“Tanggung jawab kurator itu besar, termasuk tanggung jawab secara pribadi bahkan risiko pidana pun ada. Kurator bertanggung jawab terhadap harta pailit secara pribadi dan berpotensi  harta pribadi disita untuk menutupi kerugian. Itu kalah salah dalam melaksanakan tugas,” kata Sianipar dalam Webinar Series Refleksi Hukum AKPI dan PEMA FH USU dengan tajuk “Peranan Kurator dan Pengurus dalam Penyelesaian Utang Piutang melalui Proses Kepailitan dan PKPU, Kamis (20/1).

Sianipar mengingatkan fungsi dan tugas kurator perlu dipahami secara baik guna mencegah terjadinya tindakan yang dapat merugikan para pihak baik itu debitor, kreditor, maupun kurator itu sendiri. Semisal memahami kapan melakukan pemberesan harta palit, atau melakukan penjualan harta debitur.

Kurator, lanjutnya, disarankan untuk tidak melakukan pemberesan harta pailit secara terburu-buru. Kurator harus dapat melakukan inventarisasi harta yang harus dijual cepat karena adanya risiko kerusakan, dan harta yang tidak urgent untuk dijual. Apalagi jika penjualan harta pailit dilakukan saat debitur belum insolvent atau penjualan dilakukan dibawah tangan.

“Jangan karena ada investor, property debitur langsung dijual murah, dibawah tangan dengan dalil kreditur diizinkan menjual harta pailit tanpa sepengetahuan hakim,” tegasnya.

Dan tak kalah pentingnya, Sianipar juga mewanti-wanti kurator untuk tidak mengklaim uang fee kurator diawal sebelum adanya keputusan hakim pengawas. Meskipun kurator berhak secara sendiri melakukan penarikan, dan uang tersebut merupakan hak kurator saat mengurus perkara kepailitan dan PKPU.

“Besarnya risiko juga diimbangi dengan fee kurator. Tapi jangan cepat-cepat membagi uang tanpa keputusan hakim. Itu bukan berarti uang pribadi itu adalah uang yang temrasuk dalam harta paolit dan sedang berjalan perkaranya sekalipun kurator berhak secara sendiri menandatangani penarikan, tapi itu bukan uang pribadi. Fee jangan diambil diawal sebelum ada putusan pengadilan,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua Dewan Sertifikasi AKPI Ricardo Simanjuntak menambahkan bahwa penyelesaian perkara PKPU di Pengadilan Niaga membutuhkan pemahaman dan kekuatan berfikir. Ketika pemahaman dan kekuatan berfikir tidak baik, maka berpotensi terjadi kecurangan alias ‘main uang”.

“Saat doku menjadi dasar penyelesaan sengketa ini berat. Peletakan uang menjadi bagian sengketa harusnya sudah mulai digeser supaya bisa melihat arti dari penyelesaan kepailitan. Karena kalau main duit itu tidak bisa melihat arti dari pneyelesaian kepailitan. Tidak hanya kepada pengadilan tapi kepada kita semua. Kecerdasan seharusnya menjadi kebanggan saat melakukan pekerjaan dengan baik. Meletakkan tangan dan urat saraf di meja dengan duit, itu bukan pekerjaan pengacara,” tegasnya pada acara yang sama.

Selain itu Ricardo juga menyebutkan bahwa PKPU merupakan instrument yang sangat efektif bagi debitur untuk mendapatkan kepastian masa depan usaha ditengah distorsi keuangan. Lewat PKPU, debitur dapat meminta waktu kepada kreditur mayoritas untuk menyehatkan keuangan perusahaan agar debitor dapat melakukan pembayaran utang dengan baik.

“UU Kepailitan dan PKPU mengingatkan seluruh pelaku usaha untuk berusaha secara profesional dan baik. UU Kepailitan dan PKPU yang baik menggambarkan suatu kebaikan dari hukum bisnis suatu negara. Semakin baik UU Kepalitan dan PKPU, maka semakin investor melihat bahwa negara itu pantas menjadi tujuan investasi,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait