Pers berperan penting untuk memberikan informasi yang terverifikasi dan terpercaya kepada publik. Namun, ada berbagai tantangan yang akan dihadapi insan pers ke depan. Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mencatat sedikitnya ada 5 tantangan pers ke depan. Pertama, serangan digital sebagai upaya membungkam kemerdekaan pers.
Ade mencatat upaya pembungkaman pers bentuknya tak hanya menghalang-halangan jurnalis saat melaksanakan tugasnya melalui kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi, tapi juga sekarang ada “serangan digital.” Tercatat tahun 2022, ada beberapa serangan digital yang menyasar insan pers seperti doxing, DdoS, penyadapan (hacking), perundungan siber (cyber bullying), pelabelan hoax terhadap pemberitaan dan lainnya.
Ironisnya, kendati banyak serangan digital, tapi laporan yang dilakukan korban kepada kepolisian tidak ditangani maksimal. Sehingga penyelesaian hukum di tingkat kepolisian sangat lemah. “Penyelesaian di hampir semua kasus yang dilaporkan itu justru berlarut-larut,” kata Ade saat dikonfirmasi, Jum’at (13/1/2023) kemarin.
Dari berbagai gejala itu, Ade menilai ke depan kasus serupa berpotensi berulang kembali. Bahkan cenderung meningkat karena jelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca Juga:
- Sepanjang 2022 LBH Pers Tangani 44 Kasus
- Dewan Pers: KUHP Baru Berpotensi Ancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi
Kedua, pers dalam ancaman hukum yang represif. Ade mencatat beberapa aturan yang berpotensi berdampak terhadap pers, seperti UU No.27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Kendati UU PDP dipandang dapat menyelesaikan berbagai persoalan data pribadi, tapi norma yang diatur memuat berbagai masalah yang berpotensi mencederai kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.