Loloskan Perbaikan Permohonan Sengketa Pilpres Menuai Kritik
Sengketa Pilpres 2019:

Loloskan Perbaikan Permohonan Sengketa Pilpres Menuai Kritik

MK dinilai melanggar hukum acara yang dibuatnya sendiri. Namun, alasan MK menerima materi perbaikan permohonan pilpres ini karena demi kekosongan hukum dan kesempatan yang sama di hadapan hukum untuk menyerahkan perbaikan bagi para pihak.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Hakim Konstitusi Saldi Isra akhirnya mempersilakan Termohon dan Pihak Terkait serta Bawaslu memberi perbaikan jawabannya pada Senin (17/6). Alhasil, disepakati penyerahan perbaikan permohonan pada Selasa (18/6) disebabkan permintaan KPU kepada Mahkamah yang tidak mungkin memberi jawaban atas permohonan perbaikan pada Senin karena alasan yang sifatnya teknis. Selanjutnya, sidang dilanjutkan Selasa (18/6) pukul 09.00 WIB dengan agenda mendengar keterangan jawaban Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu.

 

Di luar sidang, Yusril menanggapi pandangan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang  seolah memutuskan menerima perbaikan permohonan dengan alasan “demi kekosongan hukum”. Menurut Yusril, sebenarnya tidak ada kekosongan hukum yang mengganggu hakim mengambil keputusan. Meski begitu, Yusri menghormati keputusan Majelis dalam sidang perdana ini.

 

"Seperti saya katakan bahwa tadi dalam sidang dan Pak Wayan sudah panjang-lebar mengutip pasal-pasal Peraturan MK dan UU Pemilu mengenai hukum acaranya. Kami nyatakan ini bukan soal kekosongan hukum, karena kekosongan hukum sudah diatasi oleh Peraturan MK, kemudian ini dikesampingkan Majelis Hakim sendiri, tetapi kami menghormati, itulah keputusan majelis hakim," kata dia.

 

Kelemahan bagi MK

Menanggapi persoalan ini, Dosen Hukum Tata Negara STIH Jentera Bivitri Susanti berpendapat sebenarnya hukum acara yang dibuat MK sendiri dalam Peraturan MK No. 4 Tahun 2018 dan Peraturan MK No. 5 Tahun 2018 tidak mengatur perbaikan permohonan. Meski hal yang disampaikan Pak Suhartoyo, pemohon menggunakan dalil ucapan dari Jubir MK, sehingga MK akhirnya terlihat melonggarkan hal itu.

 

Bivitri mengatakan dalam persidangan dikatakan perbaikan permohonan tanggal 10 Juni menjadi lampiran dari permohonan yang diregistrasi pada tanggal 24 Mei. Namun, fakta persidangan yang dibacakan petitum yang dipakai yang termuat dalam perbaikan permohonan tanggal 10 Juni. “Secara signifikan alat buktinya akan berubah. Ini sebenarnya tidak fair dan menjadi kelemahan tersendiri (bagi MK),” kata dia.

 

“Namun begitu, jika hakim konstitusi menerima perbaikan permohonan pun tidak ada salahnya juga karena hakim sendiri ialah hukum acara. Tetapi, menurut saya akan menjadi kelemahan bagi MK untuk sidang-sidang berikutnya nanti,” kata Bivitri.

 

Mengapa menjadi kelemahan tersendiri? Menurut Bivitri, ke depannya akan membuat pihak-pihak lain seperti Termohon, Pihak Terkait dan Bawaslu meminta hal-hal sejenis, seperti perubahan jadwal yang sudah dimintakan KPU pada sidang pertama itu. “Complain dari para pihak itu akan terus ada nantinya karena adanya perbaikan permohonan ini merugikan para pihak. Jadi, jangan sampai hal seperti ini terjadi lagi di MK,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait