MA: Hukum Persaingan Usaha Berkembang Positif Beberapa Tahun ke Depan
Terbaru

MA: Hukum Persaingan Usaha Berkembang Positif Beberapa Tahun ke Depan

Menyongsong Indonesia 2045 sebagai negara maju tidak lagi berkutat seputar isu korupsi, melainkan persaingan usaha dalam merger dan akuisisi.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Syamsul Maarif memberi sambutan dalam  Rapat Kerja Nasional ICLA 2024, Jumat (16/2/2024). Foto: RES
Hakim Agung Syamsul Maarif memberi sambutan dalam Rapat Kerja Nasional ICLA 2024, Jumat (16/2/2024). Foto: RES

Hakim Agung Syamsul Ma’arif mengapresiasi kinerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam menegakkan hukum persaingan usaha. Ia mengatakan Mahkamah Agung memandang KPPU telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam memutus perkara persaingan usaha.

“Saya melihat perkembangan hukum persaingan usaha sangat positif meskipun ada hambatan di sana-sini. Tapi hambatannya masih batas wajar,” kata Syamsul Ma’arif dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (rakernas) Indonesian Competition Lawyers Association (ICLA) 2024, Jumat (16/2/2024).

Catatan Mahkamah Agung sejak tahun 2000 telah melihat KPPU memutus hingga 400 perkara. Angkanya memang lebih kecil jika dibandingkan dengan sengketa lain. Namun, angka tersebut sangat besar untuk bidang persaingan usaha karena perkaranya besar dan sangat kompleks.

Mahkamah Agung juga menilai tidak ada kelebihan waktu penyelesaian di Pengadilan Niaga. Syamsul Ma’arif berharap KPPU bekerja semakin bagus menangani perkara persaingan usaha.

Baca juga:

ICLA Berperan Penting dalam Pengembangan Ekonomi Digital

Ini 5 Perkara Persaingan Usaha yang Menarik Sepanjang 2023

Kini KPPU juga sudah memiliki sistem daring untuk pemeriksaan seperti sistem e-court milik pengadilan. Syamsul Ma’arif melihat hal ini sebagai salah satu kesiapan KPPU dalam era ekonomi digital. Ia mengakui hingga saat ini pemeriksaan secara daring masih memiliki sejumlah kekurangan. Namun, Syamsul Ma’arif optimis hukum persaingan di Indonesia mendapatkan tempat yang bagus.

Perkembangan Perkara 

Menilik dari berbagai negara maju, saat ini perkara persaingan usaha sudah mulai banyak di bidang merger dan akuisisi. Kondisi ini berbeda dengan perkembangan perkara persaingan usaha beberapa tahun yang lalu yang masih seputar tender.

“Di KPPU perkara tender sudah mulai banyak ditinggalkan dan bergeser ke perkara lain. Kalau di zaman saya persoalan tender itu hampir 80 persen menguasai. Tapi 2-3 tahun terakhir ini perkara merger dan akuisisi sudah mulai menyalip perkara tender,” kata Syamsul Ma’arif menambahkan. Ia berharap para advokat persaingan usaha yang bergabung dalam ICLA mempersiapkan diri ke arah perkembangan perkara saat ini. Meski perkara soal merger dan akuisisi sudah berjalan beberapa waktu terakhir, Syamsul melihat belum banyak ahli yang paham isu ini. Padahal dia melihat perkembangan ekonomi akan banyak ke persoalan merger dan akuisisi.

“Merger dan akuisisi ini belum banyak ahlinya, justru kalau menurut analisa saya praktisi perlu berhati-hati,” ujarnya. Kehati-hatian itu mengenai karakter perkara persaingan usaha dalam merger dan akuisisi. Syamsul membandingkan indikasi abuse of dominant dalam perkara tender. “Ketika ada bukti abuse itu sudah bisa dikatakan bersalah, tapi soal merger dan akuisisi perlu keahlian menganalisa lebih lanjut,” katanya menambahkan.

Syamsul mendorong terutama para advokat perkara persaingan usaha agar terus belajar. Ia memprediksi bahwa kasus persaingan usaha akan semakin menarik karena perkaranya besar. Kehadiran UU Cipta Kerja juga disebut Syamsul membuat skala perkara persaingan usaha membesar. Hal itu karena denda perkara persaingan usaha lebih besar dari undang-undang sebelumnya.

Syamsul menyebut untuk menyongsong Indonesia 2045 sebagai negara maju tidak lagi berkutat seputar isu korupsi, melainkan merger dan akuisisi. “Jadi, saya optimis hukum persaingan akan menarik dan advokat persaingan usaha makin sibuk kedepannya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait