MA Dorong Pemerintah Kembangkan Instrumen Hukum Perdata Internasional
Terbaru

MA Dorong Pemerintah Kembangkan Instrumen Hukum Perdata Internasional

Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin bahkan bersurat kepada pemerintah. Isinya meminta perhatian khusus terhadap berbagai instrumen hukum perdata internasional.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung I Gusti Agung Sumanatha dalam  seminar hukum bertajuk 'Issues in International Cross-Border Dispute Settlement' yang diselenggarakan Ikatan Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan, Senin (26/2/2024). Foto: WIL
Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung I Gusti Agung Sumanatha dalam seminar hukum bertajuk 'Issues in International Cross-Border Dispute Settlement' yang diselenggarakan Ikatan Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan, Senin (26/2/2024). Foto: WIL

Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung, I Gusti Agung Sumanatha Praktik mengatakan daya saing nasional dalam hal penyelesaian sengketa komersial lintas batas internasional perlu ditingkatkan. Apalagi ruang lingkupnya saat ini mencakup pula aspek hukum lingkungan, investasi, dan lain sebagainya. Ia mendorong pemerintah mengembangkan instrumen hukum perdata internasional.

“Pada prinsipnya penyelesaian sengketa lintas batas adalah aspek penting untuk menunjang upaya global untuk meningkat kesejahteraan warga dunia dengan meningkatkan perdagangan dan investasi,” ujar Hakim Agung Sumanatha dalam seminar hukum bertajuk "Issues in International Cross-Border Dispute Settlement" yang diselenggarakan Ikatan Doktor Hukum Universitas Pelita Harapan, Senin (26/2/2024).

Baca juga:

Sektor pengangkutan laut merupakan salah satu isu komersial penting dalam transaksi komersial internasional yang berkontribusi pada pergerakan ekonomi global. Data statistik melaporkan bahwa sekitar 80% komoditas dunia diangkut melalui laut. Volume perdagangan lintas laut terus menunjukkan tren yang meningkat.

Volume kargo yang diangkut oleh kapal meningkat dari 4 miliar ton pada tahun 1990 menjadi 11 miliar ton pada tahun 2021. Sementara itu, kapasitasnya telah meningkat mencapai 43% atau sebanyak 2,1 juta ton pada tahun 2021. Sebagai negara maritim, Indonesia menjadi konstituen penting dari strategi komersial laut.

Di era perekonomian global yang serba terkoneksi satu sama lain, perhatian khusus terhadap pilihan para pihak menyelesaikan sengketa merupakan hal yang sangat penting. Sumanatha mengatakan freedom of contract dan pacta sunt servanda merupakan dua prinsip hubungan perdata yang menunjang sistem bisnis global berkembang dengan cepat. “Tidak mengherankan apabila dewasa ini tren yang terjadi selain harmonisasi dan unifikasi, maka mekanisme penyelesaian sengketa disesuaikan,” katanya.

Saat ini yang disebut penyelesaian sengketa dan sengketa alternatif tidak hanya tentang mediasi dan arbitrase. Banyak pengadilan niaga internasional dibentuk untuk menyediakan pilihan bagi para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka dengan cara-cara khusus. Sumanatha mengambil contoh yang dilakukan oleh Singapura, Dubai, Belanda, dan Cina yang telah mengikuti tren tersebut.

Sumanatha mengatakan bahwa kerangka hukum yang saat ini berlaku di Indonesia dalam penyelesaian sengketa lintas batas masih belum banyak berkembang. Isinya masih merujuk aturan hukum acara perdata yang berlaku sejak masa kolonial. “Akibatnya ruang bagi pengadilan Indonesia untuk menyelesaikan perkara atau sengketa kompleks yang lintas batas negara dan berinteraksi dengan pengadilan asing menjadi sangat terbatas,’’ ucapnya.

Saat ini hukum perdata internasional di Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Pemerintah pada tahun 2021 baru saja melibatkan diri dalam apostille convention. Selain itu pemerintah saat ini mempertimbangkan untuk menjadi anggota The Hague Conference on Private International Law. “Dalam waktu 1-2 tahun ke depan mungkin kita akan melihat hasil dari upaya ini,” ujar Sumanatha.

Ia mengakui Mahkamah Agung sudah sangat mendorong pemerintah untuk mempercepat pengembangan hukum perdata internasional. Pada pertengahan tahun 2023 yang lalu, Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin bahkan bersurat kepada pemerintah. Isinya meminta perhatian khusus terhadap berbagai instrumen hukum perdata internasional yang penting untuk meningkatkan daya saing nasional dalam penyelesaian sengketa lintas batas. “Political will pemerintahan dalam hal ini besar sekali dan dalam waktu dekat bisa direalisasikan beberapa konvensi yang bisa kita ratifikasi,” kata Sumanatha. 

Tags:

Berita Terkait