Masih Ada Kontroversi RUU Profesi Advokat
Berita

Masih Ada Kontroversi RUU Profesi Advokat

Jakarta, Hukumonline. Rancangan Undang-undang (RUU) Profesi Advokat sedang digodok. Namun, beberapa pasal dalam RUU ini dapat menimbulkan kontroversi.

APr
Bacaan 2 Menit
Masih Ada Kontroversi RUU Profesi Advokat
Hukumonline

Frans Hendra Winata, anggota Tim Pakar Badan Pengembangan Hukum Nasional (BPHN) yang terlibat dalam perumusan RUU ini, menyatakan draf RUU ini sudah sampai ke DPR. Namun, ia mengakui bahwa RUU Profesi Advokat ini belum sempurna. "Masih ada kontroversi. Kami masih mengakomodasi perdebatan yang ada."

Menurut Frans, pasal-pasal dalam RUU itu yang dapat menimbulkan perdebatan itu antara lain yang menyangkut larangan advokat memegang jabatan lain bagi profesi advokat.

Dari draf terakhir RUU Profesi Advokat, ada beberapa hal yang dapat menimbulkan kontroversi. Beberapa praktisi dan pengamat hukum menilai ada pasal-pasal yang membingungkan, sehingga perlu penjelasan lebih lanjut.

Dalam Pasal 3 (1) disebutkan bahwa untuk menjadi advokat sekurang-kurangnya dua tahun terus menerus bekerja pada kantor advokat. Jika ketentuan ini diterapkan akan memberikan implikasi besar bagi profesi advokat, terutama pada peserta magang advokat.

Organisasi Advokat

Pasal lain yang berpotensi menimbulkan perdebatan adalah Pasal 19. Dalam Pasal 19 (1) dinyatakan bahwa advokat dilarang memegang jabatan lain yang merugikan kebebasannya serta mengurangi martabat profesi advokat. Masalahnya adalah, apakah seorang yang berprofesi  terhormat , misalnya wakil rakyat, juga dilarang menjadi advokat atau meninggalkan profesinya.

RUU Profesi Advokat menegaskan bahwa advokat asing dilarang membuka kantor jasa hukum dan atau perwakilannya di Indonesia (Pasal 22 ayat 1). Advokat asing tetap diperbolehkan sebagai karyaewan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas rekomendasi Organisasi Advokat. Apakah ketentuan ini untuk membendung serbuan advokat asing ke Indonesia?

Organisasi advokat lah yang membentuk Dewan Kehormatan Profesi Advokat, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah (Pasal 26 ayat 1). Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik bagi para anggotanya.

Binziad Kadafi, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), berpendapat bahwa tidak pada tempatnya ketentuan untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Profesi Advokat masuk dalam RUU.

Menurut Binziad Kadafi, jika ada advokat yang melanggar kode etik mestinya diatur dalam kode etik sendiri, bukan dalam Undang-undang. Menurut Pasal 30 RUU Profesi Advokat bahwa advokat yang tidak memenuhi syarat dapat dipidana 5 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta. Jika ada advokat yang melanggar ketentuan ini, haruskan Organisasi Advokat yang akan memutuskannya.

Binziad Kadafi juga mempertanyakan ketentuan peralihan pasal 31 (3). Dalam pasal ini disebutkan tugas dan wewenang organisasi advokat sebagaimana dimaksud dalam UU ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), dan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI).

Masalah bisa muncul jika kemudian muncul organisasi tandingan, misalnya AAI tandingan. Organisasi mana yang diakui? Mengacu pada pengalaman lalu, organisasi profesi advokat kacau lalu anggotanya menjadi bingung. Apalagi jika kemudian organisasi membuat AD/ART baru. "Organisasi harus memantau anggotanya benar-benar," kata Kadafi.

Namun praktisi hukum Luhut Pangaribuan melihat tidak ada yang janggal dalam RUU Profesi Advokat. "Pembahasan RUU ini  kan melibatkan organisasi profesi yang ada," cetusnya. Ia berpendapat RUU ini dapat menjadi pijakan bagi profesi Advokat.

Dalam RUU Profesi Advokat Pasal 31 (4) disebutkan bahwa dalam waktu selambat-lambatnya 5 tahun setelah berlakunya UU ini, Organisasi Advokat telah terbentuk. Oraganisasi inilah yang menjadi payung bagi organisasi advokat yang sudah ada sekarang.

Menurut Frans Hendra Winata, bentuk organisasi yang cocok bagi profesi advokat adalah bentuk federasi. "Karena lebih realistis," cetus Ketua Bidang Luar Negeri DPP Ikadin. Kita tunggu saja lahirnya Organisasi Advokat yang bakal memiliki wewenang luas ini.

Tags: