Materi Permohonan Dikritisi, Tim Hukum Prabowo: Alhamdulillah Bermanfaat
Sengketa Pilpres 2019:

Materi Permohonan Dikritisi, Tim Hukum Prabowo: Alhamdulillah Bermanfaat

Untuk mencapai tuntutan diskualifikasi hasil Pilpres 2019 perlu proses panjang. Tuntutan yang paling memungkinkan untuk cepat dikabulkan MK adalah meminta KPU menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU).

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Secara substansi, Denny enggan mengomentari mengenai kritikan materi permohonan. “Nanti (materinya) tunggu saja dalam persidangan di MK,” katanya. Baca Juga: Tim Hukum Prabowo-Sandi Ingatkan MK Asas Pemilu Jurdil

 

Diskualifikasi sulit dikabulkan

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai tuntutan Prabowo Subianto agar MK mendiskualifikasi hasil rekapitulasi Pilpres 2019 tidak akan serta merta (otomatis) dikabulkan begitu saja. Persidangan di MK lebih menekankan pada pembuktian adanya dugaan kecurangan yang terjadi selama proses pemilu. “Menurut saya itu tidak akan bisa langsung ke sana, seperti permohonan mereka bahwa langsung diskualifikasi atau dibatalkan,” kata Hadar kepada Antara di Jakarta, Selasa.

 

Menurutnya, untuk mencapai tuntutan diskualifikasi hasil Pilpres 2019 perlu proses panjang. Pengabulan tuntutan yang paling memungkinkan untuk cepat dilakukan MK adalah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar pemungutan suara ulang (PSU). Apabila pemohon memiliki bukti kuat dan faktual memang ada kecurangan selama tahapan pemilu, MK bisa memutuskan PSU di daerah yang terbukti terjadi kecurangan tersebut.

 

“Kalau memang majelis hakim meyakini terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif serta meyakini bahwa kecurangan itu mempengaruhi (perolehan suara) disana, maka di daerah-daerah itu akan dilakukan PSU,” kata mantan Plt Ketua KPU RI itu.

 

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum BPN telah menyerahkan 51 bukti dugaan kecurangan dalam sengketa Pilpres 2019 ke Gedung MK pada Jumat malam (24/5). Dari 51 bukti dugaan kecurangan pemilu tersebut, antara lain berupa tautan berita di sejumlah media massa. Sejumlah bukti berupa tautan berita di media massa tersebut, menurut Hadar, tidak cukup untuk dijadikan alat pembuktian selama proses persidangan PHPU.

 

Tim Hukum BPN harus dapat menyediakan bukti faktual yang dapat menunjukkan dugaan kecurangan pemilu terjadi. "Misalnya, kalau mereka menduga ASN curang atau terlibat, ya itu harus ditunjukkan betul siapa, gubernur, bupati atau pejabat daerah mana. Kemudian harus ada dokumen yang misalnya mengatakan bahwa ASN itu mengharuskan pemilih mencoblos paslon presiden tertentu," kata peneliti senior Netgrit tersebut.

 

Selain dokumen yang menunjukkan kecurangan, bukti berupa video, rekaman suara atau gambar juga dapat menunjang alat bukti permohonan dalam sidang PHPU di MK. "Jadi tidak cukup hanya karena diberitakan di satu koran atau media online atau televisi bahwa ada gubernur yang mengarahkan seluruh bawahannya dari berita itu tidak cukup," katanya.

Tags:

Berita Terkait