Mekanisme Pelayanan Perizinan Sektor Minerba Pasca OSS RBA dan UU 30/2020
Utama

Mekanisme Pelayanan Perizinan Sektor Minerba Pasca OSS RBA dan UU 30/2020

Terdapat tiga perbedaan mendasar dalam pengurusan perizinan sektor pertambangan sebelum dan pasca UU Ciptaker.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Kehadiran UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan UU No 30 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) membawa perubahan perizinan usaha pada sektor pertambangan. Salah satunya adalah perubahan mekanisme perizinan usaha tambang yang saat ini dilakukan satu pintu melalui sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko.

Tak hanya itu, Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Irwandy Arif mengatakan bahwa pengesahan UU No.30 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara juga membawa implikasi kewenangan di bidang minerba yakni adanya peralihan perizinan dari daerah ke pusat.

Konsekuensi dari aturan ini adalah pelaku usaha pertambangan harus melakukan penyesuaian perizinan sebagaimana diatur dalam UU Minerba dan PP No 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dalam waktu dua tahun. Artinya pelaku usaha existing harus mengantongi izin dari pemerintah pusat, dimana sebelumnya izin dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

“Pelaku usaha diberikan batasan waktu 2 tahun untuk menyesuaikan izin yang sebelumnya dikeluarkan dari Pemda, penyesuaian dilakukan lewat PP 96/2021 yang mencabut peraturan-peraturan sebelumnya. Nanti akan diatur kriteria perizinan usaha yang dapat didelegasikan kepada Pemda Provinsi dalam pemberian sertifikat standar. Adapun pendelegasian perizinan berusaha dalam bentuk ini diatur lebih lanjut dalam peraturan presiden yang kami tunggu-tunggu akan segera keluar,” kata Arif dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh KPK, Rabu (1/12).

Arif mengatakan bahwa terdapat delapan bentuk pelayanan perizinan sub sektor minerba sesuai yang diatur dalam UU Ciptaker, UU Minerba, dan PP 5 Tahun 2021. Delapan pelayanan perizinan sub sektor minerba yang dimaksud adalah IUP, IUPK, IUPK sebagai kelanjutan operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, Izin Usaha Jasa Pertambangan, dan IUP untuk Penjualan. (Baca: Begini Beda Legalitas Kegiatan Usaha dengan Risiko Rendah, Menengah, dan Tinggi)

Sementara dalam PP 96/2021 diatur bahwa perizinan berusaha juga memberikan pelayanan sub perizinan berupa peningkatan operasi produksi, perpanjangan tahap operasi produksi, penciutan baik eksplorasi maupun operasi produksi, pengembalian IUP eksplorasi dan operasi produksi, perluasan, pemindahtanganan, perpanjangan eksplorasi dan suspense.

Kemudian PP 96/2021 turut mengatur perizinan penunjang non KBLI yakni persetujuan RKAB, Persetujuan FS dan Tekno Ekonomi, persetujuan saham, persetujuan atau penetapan WIUP/WIUPK, persetujuan Jamrek dan Jamtup, persetujuan ekspor, dan persetujuan KTT dan juru ledak.

Kemudian terkait proses perizinan yang merujuk pada OSS Berbasis Risiko, usaha pertambangan dikategorikan sebagai jenis usaha yang berisiko tinggi karena melibatkan beberapa aspek seperti keselamatan kerja, keamanan, dan lingkungan. Sehingga pelaku usaha harus mengurus seluruh rangkaian perizinan sektor pertambangan untuk dapat menjalankan usahanya.

Adapun mekanisme pelayanan perizinan sektor pertambangan dapat dilakukan lewat OSS Berbasis Risiko yang kewenangannya berada dibawah Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (Kementerian Investasi/BKPM). Namun saat ini permohonan perizinan masih dilakukan lewat Kementerian ESDM yakni https://perizinan.esdm.go.id/minerba/ hingga integrasi sistem dan OSS Berbasis Risiko berjalan efektif.

“Perizinan minerba akan didelegasikan ke BKPM (OSS Berbasis Risiko). Namun saat ini sebanyak delapan perizinan sektor minerba masih dilakukan secara online di Kementerian ESDM yang saat ini sedang proses integrasi ke OSS BKPM. Sementara izin penugasan akan dilaksanakan dalam rangka untuk penugasan kepada Bapeten untuk mineral radioaktif,” jelas Arif.

Delapan pelayanan perizinan yang akan diintegrasikan ke OSS Berbasis Risiko adalah IUP dan perpanjangannya, IUPK dan perpanjangannya, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dan perpanjangannya, izin pengangkutan dan penjualan dan perpanjangannya, izin usaha pertambangan untuk penjualan, izin pertambangan rakyat (IPR) dan perpanjangannya, izin usaha jasa pertambangannya dan perpanjangannya, seta surat izin penambang batuan SIPB) dan perpanjangannya.

Kemudian pelaku usaha minerba harus mengantongi persetujuan atau rekomendasi Minerba. Permohonan terkait persetujuan/rekomendasi ini diajukan kepada Kementerian ESDM yang dapat dilakukan secara online melalui https://perizinan.esdm.go.id/minerba/. 

Untuk perubahan kepemilikan saham perusahaan PKP2b/KK/IUP, suspensi, permohonan persetujuan RKAB (khusus IUP mineral bukan logam dan batuan) hars mengajukan permohonan persetujuan yang disampaikan langsung kepada Ditjen Minerba melalui email [email protected].

Sementara itu, Staf Ahli Peningkatan Daya Saing Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Heldy Satrya Putera, menegaskan bahwa sektor pertambangan merupakan usaha yang masuk ke dalam risiko tinggi. Dengan demikian untuk menjalankan usahanya pelaku usaha pertambangan harus memenuhi persyaratan dasar perizinan usaha salah satunya lingkungan.

“Untuk risiko tinggi biasanya akan ada persyaratan dasar perizinan itu untuk lingkungan kemudian IMB dulu, sekarang namanya sekarang persetujuan bangunan gedung (PBG), ada juga sistem informasi geospasial tata ruang (Gistaru) untuk KKPR, kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau dulu yang disebut izin lokasi. Waktu mengajukan izin itu bisa langsung di cek dari sana nanti akan dikeluarkan NIB sampai perizinan usaha,” katanya pada acara yang sama.

Heldy juga menjelaskan perbedaan kebijakan perizinan sektor ESDM sebelum dan sesudah UU Ciptaker. Pertama, sebelum UU Ciptaker, penerbitan perizinan minerba dan minyak dan gas dilakukan lewat mekanisme berbeda. Untuk Minerba permohonan perizinan dilakukan melalui email [email protected], sementara minyak dan gas dilakukan melalui https://perizinan.esdm.go.id. Namun pasca UU Ciptaker, penerbitan perizinan sektor ESDM dilakukan dalam OSS Berbasis Risiko dan dilakukan sesuai kewenangan penerbitan.

Kedua, pengawasan perizinan sebelum UU Ciptaker dilakukan oleh masing-masing K/L dan Pemda tanpa ada koordinasi yang jelas dalam pelaksanaannya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 216 PP 5/2021 pengawasan perizinan dikoordinasikan oleh BKPM untuk kewenangan pemerintah pusat, dan DPMPTSP untuk kewenangan pemerintah daerah.

Ketiga, sebelum UU Ciptaker penetapan kewenangan perizinan K/L dan Pemda tersebar dalam peraturan sektor masing-masing. Tetapi pasca UU Ciptaker, penetapan kewenangan perizinan K/L dan Pemda diatur secara khusus dalam satu instrument peraturan saja sesuai PP 5/2021.

Tags:

Berita Terkait