Melihat Beragam Tantangan dalam Kewirausahaan Sosial
Utama

Melihat Beragam Tantangan dalam Kewirausahaan Sosial

Dari aspek regulasi, kewirausahan sosial belum mendapat pengakuan termasuk pemilihan bentuk badan hukum yang tepat. Tantangan nonhukum berupa kesadaran masyarakat, kemampuan sumber daya manusia, minimnya kas dalam menjalankan usaha sosial ini.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Dia berharap adanya regulasi yang mengatur tentang kewirausahaan sosial. Padahal, sempat ada Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kewirausahaan Nasional, namun sayangnya nasib RUU tersebut tak jelas tindak lanjutnya. RUU Kewirausahaan Nasional sempat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2018 dan 2019 dan memasuki tahap pembahasan tingkat I. Tapi, RUU Kewirausahaan Nasional justru tidak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020.

Pilihan bentuk badan hukum?

Konsultan hukum pada Roosdiono & Partners Law Firm itu melanjutkan kolaborasi terhadap berbagai pihak menjadi tantangan kewirausahaan sosial ke depan. Menurutnya, tantangan terbesar dari kewirausahaan sosial terhadap pembiayaan dan ketersediaan sumber daya manusia. Sementara tantangan di bidang hukum, setidaknya terdapat tiga hal.

Pertama, pengakuan formal atas usaha sosial. Kedua, menentukan bentuk hukum yang sesuai dengan model bisnis usaha kewirausahaan sosial. Ketiga, perizinan. Louise memahami perizinan menjadi tantangan besar. Sebab, ketiadaan aturan perizinan bagi kewirausahaan sosial bisa berefek domino karena tidak adanya regulasi yang mengaturnya.

“Perizinan atau pengakuan ini berbeda dengan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) atau industri kreatif. Sebab, mungkin ada perizinan tersendiri untuk UMKM dan industri kreatif,” lanjutnya.

Sedangkan tantangan nonhukum berupa kesadaran masyarakat, kemampuan sumber daya manusia, minimnya kas dalam menjalankan usaha sosial. Terpenting, kata Louise, meski memiliki tantangan dalam menjalankan kewirausahaan sosial, namun ekosistem kewirausahaan sosial telah bergerak dan terbilang banyak. “Diharapkan dari Kemenkumham memberi dukungan terhadap perkembangan usaha sosial ini,” harapnya.

Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Kemenkumham) Santun Maspari Siregar, mengatakan pihaknya bisa menyiapkan sarana dan prasarana antara profit dan nonprofit melalui pembentukan badan usaha kewirasauhaan sosial. “Ditjen AHU mendukung penuh bila kewirausahaan sosial berbadan hukum,” kata Santun Maspari Siregar dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, bila kewirausahaan sosial berbentuk murni profit, badan hukumnya bisa berbentuk perseroan terbatas (PT). Bila kewirausahaan sosial nonprofit berbentuk badan hukum yayasan atau perkumpulan. Dia menyarankan agar badan hukum yang dipilih menekankan pada aktivitasnya, sehingga tak perlu membuat entitas baru dalam mendukung tujuan sosial sebagaimana tertuang dalam akta pendirian dan anggaran dasar rumah tangganya.

“Bagaimana aktivitasnya yang mendukung kewirausahaan tersebut, sehingga tujuan sebagaimana dalam bentuk akta anggaran dasarnya terpenuhi,” ujarnya.

Terkait dengan perizinan badan usaha, Dia mengatakan kewirausahaan sosial bisa menggunakan sistem online single submission (OSS). Publik yang hendak mengajukan permohonan pembuatan badan hukum ini untuk usaha sosial cukup mendaftar dengan sistem OSS. Masyarakat pun cukup memastikan badan hukum apa yang bakal dipilih.

“Tugas Kemenkumham sebagai institusi memberi pengesahan. Bagaimana melahirkan badan hukum, baik itu PT, yayasan, perkumpulan, atau koperasi. Semuanya menjadi subjek hukum dan seolah-olah bertindak sebagai manusia,” katanya.

Tags:

Berita Terkait