Melihat Pertimbangan Putusan PT DKI Jakarta atas Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu
Terbaru

Melihat Pertimbangan Putusan PT DKI Jakarta atas Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

Majelis hakim tingkat banding DKI Jakarta menyatakan peradilan umum Cq PN Jakpus tidak berwenang secara kompetensi absolut untuk mengadili perkara a quo.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua majelis hakim banding Sugeng Riyono saat membacakan pertimbangan putusan. Foto: Tangkapan layar youtube
Ketua majelis hakim banding Sugeng Riyono saat membacakan pertimbangan putusan. Foto: Tangkapan layar youtube

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta bernomor 230/PDT/2023/PT DKI dalam perkara antara KPU RI melawan Partai Prima akhirnya memberi kepastian terhadap proses pelaksanaan pemilu 2024. Intinya putusan itu membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta pusat (Jakpus) No.757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. yang menyatakan antara lain Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh KPU RI.

Putusan PN Jakarta Pusat itu juga menyebut KPU RI sebagai tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak melaksanakan perintah Bawaslu dalam putusan tertanggal 4 November 2022. Selain itu KPU RI diperintahkan untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan diucapkan dan kemudian melaksanakan tahapan pemilu dari awal untuk 2 tahun 4 bulan dan 7 hari. Artinya pelaksanaan pemilu 2024 ditunda.

Putusan itu sempat menimbulkan polemik karena KPU sudah melaksanakan proses tahapan pelaksanaan pemilu 2024. Tapi akhirnya Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan putusan PN Jakarta Pusat itu. Majelis hakim tingkat banding yang terdiri dari Sugeng Riyono sebagai ketua dengan hakim anggota Subachran Hardi Mulyono dan Haris Munandar dalam pertimbangannya menilai pokok sengketa adalah rekapitulasi hasil verifikasi adminstrasi partai politik calon peserta pemilu yang diterbitkan KPU. Intinya putusan majelis hakim tingkat banding menyatakan Partai Prima tidak dapat melanjutkan ke tahap verifikasi faktual dan tidak ditetapkan menjadi calon partai politik peserta pemilu tahun 2024.

“Menimbang, sesuai ketentuan Pasal 466 Jo. Pasal 470 UU Pemilu Jo. Pasal 4 ayat (1) huruf d UU No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahahan mengatur bahwa sengketa proses pemilu yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota adalah merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara,” begitu sebagian kutipan pertimbangan putusan yang diucapkan Selasa (11/04/2023) kemarin.

Baca juga:

Ketentuan pasal-pasal UU Pemilu itu menurut majelis sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agng (Perma) No.2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengenai Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintah bahwa perkara perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara (TUN).

Kendati gugatan Partai Prima adalah gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur pasal 1365 KUH Perdata, tapi majelis berpendapat substansi sengketa dalam pokok perkara ini adalah akibat diterbitkannya keputusan oleh KPU. Dengan demikian secara substansi hal itu termasuk perbuatan melawan hukum oleh penguasa sehingga menjadi kewenangan kompetensi absolut pengadilan TUN.

Tags:

Berita Terkait