Memahami Aturan Main Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik
Utama

Memahami Aturan Main Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik

​​​​​​​Masih terdapat kekhawatiran dari pelaku seni musik terhadap transparansi dan akuntabilitas perhitungan royalti.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

PP 56/2021 mengatur kegiatan publik bersifat komersial yang dipungut royalti saat menggunakan lagu dan musik. Bentuk layanan publik yang bersifat komersial meliputi;

a. seminar dan konferensi komersial;

b. restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek;

c. konser musik;

d. pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut;

e. pameran dan bazar;

f. bioskop;

g. nada tunggu telepon;

h. bank dan kantor;

i. pertokoan;

j. pusat rekreasi;

k. lembaga penyiaran televisi;

l. lembaga penyiaran radio;

m. hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan

n. usaha karaoke.

Sementara itu, penerapan pungutan royalti lagu dan musik ini dilaksanakan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Lembaga tersebut mempunyai kewenangan untuk mengoleksi atau mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan mendistribusikannya kepada para pencipta, pemegang hak dan pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Komisioner Bidang Hukum & Litigasi LMK Nasional (LMKN), Marulam J Hutauruk menyatakan penting bagi para pelaku seni musik mendaftarkan karyanya kepada LMK. Dia mengatakan masih banyak seniman yang belum mendaftar sehingga tidak mendapatkan hak ekonominya. Kemudian, dia juga menyampaikan LMK diwajibkan untuk melaksankan audit keuangan dan audit kinerja yang dilakukan oleh akuntan publik sehingga transparan dan akuntabel dalam pengelolaan royalti.

“Sangat banyak di luar sana belum daftar ke LMK. Semua pihak perlu masuk LMK. Kami masuk ke komunitas-komunitas musik perlunya jadi member LMK. Ada krisis kepercayaan dari penggiat musik tapi tanpa mereka daftar ke LMK maka mereka tidak dapat royalti dari public performance ini,” jelas Marulam.

Musisi, Pongky Prasetyo menyatakan perlidungan hak royalti tersebut sangat penting bagi musisi. Dia juga mendorong terdapat pusat data lagu sehingga sistem pengelolaan dan pendistribusian royalti dapat transparan dan akuntabel. “Harus ada pusat data lagu yang bisa jelaskan kepada masyarakat terutama user, pengguna. Jadi ketika ada pemungutan royalti, saya bisa menerima dengan jelas dari siapa, di mana. Sekarang masih terpisah-pisah. PP 56/2021 diamantkan pusat data lagu, SILM (Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik). Itu sangat krusial dan vital, kalau berjalan maka sebagian besar masalah royalti musik dan penciptaan lagu dapat terselesaikan,” jelas Pongky.

Tags:

Berita Terkait