Memahami Hak Waris dalam Perkawinan Campuran
Utama

Memahami Hak Waris dalam Perkawinan Campuran

Persoalan muncul ketika pasangan yang berkewarganegaraan Indonesia meninggal dunia dan ada kemungkinan memberikan harta waris kepada WNA dan keturunannya berupa harta tidak bergerak.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Keempat, harta warisan harus secepatnya dibagikan sesuai hak masing-masing karena persoalan akan semakin rumit jika salah satu pasangan yang ditinggalkan kemudian menikah lagi dengan orang lain. Terakhir, segera melakukan proses peralihan hak karena ada ketentuan bagi WNI yang mewarisi hartanya kepada WNA atau keturunannya berupa benda tidak bergerak harus segera dialihkan dalam jangka waktu 1 tahun.

Seperti diketahui, kewarisan merupakan masalah sensitif dalam keluarga, bahkan kerap menimbulkan perpecahan sesama anggota keluarga. Karena itu, penting untuk dipahami bagaimana peraturan perundang-undangan Indonesia mengatur pembagian waris ini. Bagi pasangan yang menikah secara Islam, pembagian warisnya didasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), sumber hukum Islam (Al Qur’an dan Hadits) yang memuat aturan pembagian waris.

Sebelumnya, Notaris Elizabeth Karina Leonita mengatakan dalam praktik, dimungkinkan mengesampingkan hukum Islam dan memilih pembagian menurut hukum perdata Barat asalkan semua ahli waris memberi persetujuan. “Apabila mau mengenyampingkan hukum Islam dan menggunakan hukum perdata, hal itu dapat dilakukan apabila seluruh ahli waris telah bersepakat untuk menggunakan hukum perdata,” kata Elizabeth, saat menjadi narasumber dalam acara PerCa Indonesia, di Jakarta, Rabu (9/5/2018) silam.

Elizabeth mengakui masalah paling mendasar dalam pembagian waris bagi pelaku kawin campur yakni pembagian aset benda tak bergerak. Ketika seorang WNI meninggal tanpa ada wasiat, maka pasangan yang ditinggalkan yakni (suami/istri) WNA dan anaknya, tanpa ada perjanjian kawin. Dengan begitu, berlaku ketentuan harta bersama, sehingga harta warisan dibagi dua secara merata.

Pihak yang berhak atas harta bersama adalah pasangannya yang masih hidup (50 persen). Artinya, setengah harta warisan yang lain harus dibagi kepada seluruh ahli waris yang ada secara sama rata. Tapi jika ada perjanjian kawin, maka tidak ada harta bersama, seluruh harta yang ditinggalkan pewaris harus dibagi rata kepada seluruh ahli warisnya.

Bagaimana jika pewaris seorang WNI meninggalkan harta warisan berupa benda tak bergerak dengan status hak milik, sementara pasangannya WNA dan anaknya belum cukup umur dan masih memiliki dua kewarganegaraan? Elizabeth mengingatkan berlakunya Pasal 21 ayat (3) UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebut pewarisan tanpa wasiat menyebabkan ahli waris berstatus WNA memiliki hak milik atas tanah atau hak bangunan. Tapi, dalam jangka waktu 1 tahun setelah pewaris meninggal harus dijual, dialihkan, dilepaskan haknya kepada pihak lain yang WNI. Jika ketentuan itu tidak dilakukan, haknya jatuh ke negara.

“Harta itu bisa dijual dan hasilnya dapat dibagikan sebagai harta warisan kepada semua ahli waris, dihibahkan kepada saudara atau keluarga yang statusnya WNI. Pilihan lain adalah melepaskan kepada WNI atau ahli waris itu menolak seluruh harta warisan.” 

Tags:

Berita Terkait