Memahami PHK dan ‘Dirumahkan’ Saat Pandemi
Berita

Memahami PHK dan ‘Dirumahkan’ Saat Pandemi

Dalam hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan harus ada musyawarah mufakat agar tidak menimbulkan kesewenang-wenangan di salah satu pihak.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Pandemi Covid-19 berdampak pada keberlangsungan dunia usaha yang berujung pada terganggunya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan. Kondisi ini mengakibatkan sebagian perusahaan mengalami penurunan pendapatan, kerugian, hingga penutupan usaha. Tak heran, di masa pandemi faktanya banyak pekerja di-PHK, “dirumahkan”, pemutusan kontrak kerja sebelum berakhir, pemotongan upah, hingga memberlakukan prinsip no work no pay (tidak bekerja, tidak dibayar).   

Beragam persoalan dalam hubungan kerja ini dibahas dalam Webinar 20 Tahun Hukumonline bertema “Menata Hubungan Kerja dari Segi Hukum dalam Tatanan Normal Baru”, Selasa (14/7/2020). Sebagai narasumber Lolita Citta Nirmala dan Mohammad Agus Riza Hufaida yang keduanya merupakan Konsultan Hukum Mitra Justika.id.          

Dalam paparannya, Lolita Citta Nirmala mengatakan pada masa pandemi Covid-19 umumnya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan force majeure (keadaan memaksa) dan efisiensi. PHK dapat dilakukan jika perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa (force majeure). Hal ini diatur Pasal 164 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  

Sedangkan, perusahaan dapat melakukan PHK dampak Covid-19 dengan alasan efisiensi sebagaimana diatur Pasal 164 ayat (3) UU No.13 Tahun 2003. Bedanya, kompensasi pesangon yang diberikan perusahaan untuk PHK dengan alasan merugi atau force majeure yakni 1 kali ketentuan. Sedangkan, kompensasi pesangon PHK alasan efisiensi yakni 2 kali ketentuan.

“(Dari sisi pesangon, red) PHK force majeure berbeda dengan PHK alasan efisiensi,” kata Lolita. (Baca Juga: Melihat Dampak Pandemi Covid-19 dalam Hubungan Kerja)

Menurut dia, PHK alasan efisiensi merupakan sebagai upaya terakhir setelah perusahaan menempuh kebijakan mengurangi/memotong upah, mengurangi fasilitas, menerapkan kerja shift, kerja lembur, mengurangi jam kerja dan hari kerja, hingga meliburkan atau merumahkan pekerjanya.

Dalam konteks dirumahkan, Riza melihat ada banyak kesalahpahaman bagi perusahaan dan pekerja terkait status pekerja dirumahkan untuk sementara. Akibatnya, banyak perusahaan yang memanfaatkan masa pandemi untuk “merumahkan” pekerjanya tanpa upah, tapi para pekerja tidak bisa berbuat apa-apa.

Tags:

Berita Terkait