Mendorong Industri Jasa Hukum Masuk dalam Revisi UU Advokat
Utama

Mendorong Industri Jasa Hukum Masuk dalam Revisi UU Advokat

Arsul berpesan sebelum membahas mengenai bagaimana merumuskan format masa depan industri jasa hukum di Indonesia, agar persoalan mengenai polemik bentuk organisasi advokat diselesaikan terlebih dahulu hingga ada kesepakatan bersama.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Arsul mengingatkan revisi UU Advokat telah masuk dalam Prolegnas 2020-2024. Untuk itu, sekali lagi, dia mengajak semua pemangku kepentingan termasuk para organisasi advokat untuk merumuskan revisi UU Advokat secara bersama-sama untuk memperoleh masukan. “Selama ini, saya telah minta masukan kepada 8 organisasi advokat, tetapi sampai sekarang belum ada satu pun yang memberikan masukan,” ungkapnya.  

Namun, dia berpesan sebelum membahas mengenai bagaimana merumuskan format masa depan industri jasa hukum di Indonesia, agar persoalan mengenai polemik bentuk organisasi advokat diselesaikan terlebih dahulu hingga ada kesepakatan bersama.   

Berkaitan dengan organisasi advokat, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan konstitusionalitas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai organisasi advokat, satu-satunya wadah profesi advokat dengan delapan kewenangan sesuai UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. (Baca Juga: Putusan Wadah Organisasi Advokat, Begini Pandangan Peradi dan KAI)

Karena itu, lewat Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 itu, MK menolak seluruh uji materi terkait konstitusionalitas frasa “organisasi advokat” sejumlah pasal dalam UU Advokat yang dimohonkan Bahrul Ilmi Yakup, Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon yang merupakan para advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu Fauzie Yusuf Hasibuan dan Iwan Kurniawan sebagai calon advokat.

Dalam putusan itu, Mahkamah mengurai beberapa pertimbangan penting. Pertama, penegasan Peradi satu-satunya wadah profesi advokat memiliki delapan kewenangan: melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat (PKPA); melaksanakan pengujian calon advokat; mengangkat advokat; membuat kode etik; membentuk Dewan Kehormatan; membentuk Komisi Pengawas; melakukan pengawasan; dan memberhentikan advokat.

Kedua, keberadaan organisasi-organisasi advokat di luar Peradi yang ada saat ini tidak dapat dilarang sebagai wujud kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945. Hanya saja, organisasi advokat itu tidak berwenang menjalankan delapan kewenangan itu sebagaimana termuat juga dalam Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011.

Ketiga, khusus kewenangan penyumpahan atau pengangkatan advokat, di masa mendatang organisasi-organisasi advokat selain Peradi, harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang melekat delapan kewenangan termasuk kewenangan pengangkatan advokat. Penegasan MK ini tidak terlepas dari keinginan kuat untuk membangun marwah advokat sebagai profesi mulia (officium nobile) demi penguatan integritas, kompetensi, dan profesionalitas.

Tags:

Berita Terkait