Mendorong Kembali RUU Pertanahan Masuk Prolegnas
Terbaru

Mendorong Kembali RUU Pertanahan Masuk Prolegnas

Agar dapat dilakukan pembahasan, mengingat banyak permasalahan pertanahan di masyarakat. Naskah akademik dan materi yang menimbulkan kontroversi perlu dilakukan perubahan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Sejak batal disahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan seolah tenggelam. Apalagi sebagian materinya telah dimasukkan dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, RUU Pertanahan kerap terpental dari Prolegnas Prioritas tahunan. Sementara di lapangan, sejumlah persoalan pertanahan yang dialami masyarakat tak terselesaikan. Belum lagi, maraknya mafia pertanahan yang seolah tak mampu diberantas. Karenanya, kembali mendorong RUU Pertanahan masuk Prolegnas dan dibahas menjadi urgen.

“RUU pertanahan itu mendesak untuk kita lakukan usulan pembahasan dan seterusnya,” ujar anggota Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda dalam rapat kerja dengan Kementerian ATR/BPN di Komplek Gedung Parlemen, Senin (21/11/2022) kemarin.

Menurutnya, banyak persoalan seputar pertanahan di seluruh penjuru nusantara. Seperti penguasaan lahan di luar hak guna (HGU). Seperti saat Kementerian ATR BPN memberi HGU sebesar 1.000 hektar. Tapi oleh penerima HGU malah menanam tanaman di lahan seluas 1.500 hektar. Kata lain, 500 hektar tersebut di luar dari jumlah lahan HGU yang diberikan Kementerian ATR/BPN. Kendati mengetahui lahan tidak sesuai peruntukan, tapi persoalannya Kementerian ATR/BPN tak memiliki kewenangan melakukan proses yustisi di atas lahan 500 hektar itu.

Nah, dengan kembali dibahasnya RUU Pertanahan nantinya memberi kewenangan fungsi lidik dan sidik terhadap Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) dalam mengatasi permasalahan serupa. Soal adanya pengaturan peradilan khusus pertanahan, Rifqi sependapat. Menurutnya, dengan adanya gagasan dan pengaturan tentang peradilan khusus pertanahan menjadi terobosan dalam mengatasi persoalan sengketa pertanahan yang kerap menemui jalan buntu kendatipun sudah terdapat putusan yang berkekuatan hukum tetap melalui peradilan umum.

“Tapi memang, dalam pembahasan RUU Pertanahan di periode sebelumnya, gagasan pengaturan pembentukan peradilan khusus pertanahan sempat ditolak.”

Politisi Partai Demokras Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpandangan dari aspek hukum ketatanegaraan konstitusi, amat memungkinkan membentuk badan peradilan khusus. Sebab dalam Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

“Kita memiliki Mahkamah Agung bersama lembaga peradilan di bawahnya termasuk peradilan peradilan khusus, dan Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Terpisah, Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Prof Maria SW Sumardjono berpandangan RUU Pertanahan yang sempat batal disahkan pada 2019 perlu dikaji ulang. Begitu pula naskah akademiknya perlu dilakukan perubahan. Menurutnya, sejumlah substansi RUU Pertanahan perlu diselaraskan dengan perkembangan terbaru dari berbagai hal positif yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang ada saat ini.

“Tinjau ulang RUU Pertanahan dan naskah akademiknya, jangan tambal sulam,” usulnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana mengatakan kendati sebagian materi RUU Pertanahan  sudah masuk dalam UU 11/2020, tapi masih ada bagian penting lainnya untuk diatur dalam RUU Pertanahan. Karenanya, masyarakat dari kalangan akademisi diharapkan memberikan masukan terhadap RUU Pertanahan. Dalam rangka pengaturan dan administrasi pertanahan ke depan, pihaknya akan mengajukan ulang RUU Pertanahan ke DPR.

Tags:

Berita Terkait