Mendorong Peran Peradi ‘Menertibkan’ Advokat yang Terjerat Kasus Narkoba
Berita

Mendorong Peran Peradi ‘Menertibkan’ Advokat yang Terjerat Kasus Narkoba

Organisasi advokat seharusnya ikut bertanggung jawab dalam pengawasan dan pencegahan advokat yang terjerat kasus narkoba.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Riset itu dirilis ke publik tahun 2016 silam di laman ABA. Tercatat angka 20 persen dari 12.825 responden anggotanya mengalami gejala gangguan kesehatan mental. Hal tersebut diduga berkaitan erat dengan penyimpangan konsumsi alkohol dan obat terlarang. Selanjutnya, temuan itu menjadi dasar langkah pencegahan dan penanganan.

 

Psikolog spesialis industri dan organisasi, Hilmy Wahdi menjelaskan masalah kesehatan mental mungkin saja dialami profesi advokat. “Profesi ini kan termasuk yang menyita banyak waktu dan pikiran, memberikan tekanan mental yang tinggi,” kata Hilmy.

 

Sangat wajar jika membutuhkan cara khusus untuk menghilangkan kepenatan. Apapun cara yang dipilih, pasti memberikan kenikmatan relaksasi. “Ada yang dengan olahraga, kegiatan filantropi, kegiatan spiritual, menyalurkan hobi kemewahan, seks bebas atau dengan alkohol, dan narkoba,” ujarnya.

 

Narkoba adalah salah satu yang cepat memberikan efek delusive untuk melepas beban pikiran. Penting bagi advokat untuk memilih cara dan lingkungan yang suportif dan positif. Hilmy menyoroti sebab advokat sebagai penegak hukum berani memilih cara dengan narkoba. “Mungkin daya tarik pergaulan yang kuat adalah para pengguna narkoba. Apalagi ada yang sesama advokat ternyata bisa aman saja melanjutkan karier,” kata dia melanjutkan.

 

Lingkungan pergaulan yang memberikan kenyamanan sangat berpengaruh pada pilihan hidup. Kemungkinan lainnya adalah standar moral yang terbelah. “Di pikirannya tahu itu salah dan dilarang, tapi terus dilakukan selama bisa tidak ketahuan,” kata Hilmy.

 

Kasus advokat terjerat penggunaan narkoba mungkin hanya fenomena gunung es. Mulai dari yang telah mencapai level hidup mewah hingga yang masih bersaing ketat mendapatkan klien bisa terlibat. Tentu saja, organisasi advokat seperti Peradi tidak bisa mengatakan bahwa itu urusan pribadi masing-masing anggota.

 

Fakta bahwa organisasi advokat semakin produktif mencetak advokat tentu harus diimbangi dengan peningkatan tanggung jawab pengawasan dan pencegahan guna menjaga martabat profesi. Bahkan, dimulai dari seleksi ketat calon advokat yang akan diangkat. Jika tidak demikian, apakah masih layak sebutan officium nobile (profesi terhormat) dan penegak hukum tetap disematkan terhadap advokat?

Tags:

Berita Terkait