Mengenali Wewenang dan Fungsi MA
Terbaru

Mengenali Wewenang dan Fungsi MA

Dalam praktiknya, MA memiliki 4 fungsi utama yakni fungsi peradilan, pengawasan, mengatur, dan nasihat.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Mahkamah Agung (MA) dapat dikatakan merupakan lembaga negara tertua di Indonesia yang lahir pada 19 Agustus 1945. Atau MA lahir, dua hari setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, pada 17 Agustus 1945 silam. Namun, ada sebagian masyarakat yang belum memahami tugas, fungsi dan wewenang MA secara utuh dan komprehensif.       

Secara normatif, MA merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

“Pengaturan tugas dan wewenang MA sudah diatur secar jelas dalam UU MA, UU Kekuasaan Kehakiman, dan UU Peradilan Umum. Tapi, ketiga UU itu, sudah beberapa kali diperbaharui,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi saat dihubungi, Senin (18/10/2021).   

Misalnya, pengaturan keberadaan MA dapat ditemui dalam UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah diubah pertama kali dengan UU No.5 Tahun 2004 dan kedua kali dengan UU No.3 Tahun 2009. Peran MA dapat ditemukan dalam Pasal 2 UU 14/1985 yang berbunyi:

“Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.”

Dalam Penjelasan Umum UU 3/2009 disebutkan MA adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Kata lain, MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.

Merujuk Pasal 28 UU 14/1985, pertama, MA berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi atas putusan-putusan peradilan di bawahnya terkait ada atau tidaknya kesalahan dalam penerapan hukum (upaya hukum biasa). Sejak berlakunya sistem kamar di MA, kelembagaan kasasi ini juga berfungsi untuk menjaga kesatuan dan konsistensi setiap putusan pengadilan.      

Dalam Pasal 30 ayat (1) UU 5/2004 disebutkan “Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena: a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.“ 

Kedua, MA bertugas menyelesaikan semua sengketa kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir sesuai bunyi Pasal 33 UU 14/1985. (1) Antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan di lingkungan peradilan yang lain. (2) Antara dua pengadilan yang ada dalam daerah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dalam lingkungan peradilan yang sama. (3) Antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antar lingkungan peradilan yang berlainan.

Ketiga, MA memutus permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (upaya hukum luar biasa) yang mengandung kesalahan dan kekhilafan hakim (Pasal 66-68 UU 14/1985). Keempat, MA memutus pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (Pasal 31 UU 5/2004 jo Pasal 31A UU 3/2009).

Kelima, MA berwenang memberi pertimbangan permohonan grasi yang diajukan terpidana melalui Presiden sesuai bunyi Pasal 4 ayat (1) UU No.22 Tahun 2002 tentang Grasi yang telah diubah dengan UU No.5 Tahun 2010. Pasal 4 (1) UU Grasi menyebutkan “Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.”  

Pasal 2 UU 5/2010 menyebutkan putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 tahun. “Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan permohonan dan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Mahkamah Agung mengirimkan pertimbangan tertulis kepada Presiden,” demikian bunyi Pasal 10 UU 5/2010 ini.   

4 Fungsi

Sobandi menerangkan dalam praktiknya MA memiliki 4 fungsi utama. Pertama, Fungsi Peradilan. Sebagai pengadilan negara tertinggi, MA merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat, dan benar.

Selain itu, MA berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir; semua sengketa kewenangan mengadili; permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 UU No.14 Tahun 1985).

“Fungsi peradilan lain ialah hak uji materiil yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan di bawah Undang-undang tentang apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,” kata Sobandi.

Kedua, Fungsi Pengawasan. MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya semua lingkungan peradila dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara. Selain itu, Bawas MA melakukan pengawasan terhadap kinerja pengadilan dan tingkah laku para hakim dan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas administrasi dan teknis peradilan.

Ketiga, Fungsi Mengatur. MA dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam UU sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum. Bahkan, MA dapat membuat peraturan sendiri bilamana dianggap perlu untuk melengkapi hukum acara yang sudah diatur UU. Wujud produk hukumnya dalam bentuk Peraturan MA, Surat Edaran MA, Surat Keputusan Ketua MA, dan lain-lain (Pasal 79 UU No.14 Tahun 1985).

Keempat, Fungsi Nasihat. MA dapat memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada lembaga negara lain (Pasal 37 UU No.14 Tahun 1985). Misalnya, MA memberi nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi dan rehabilitasi (Pasal 35 UU No.14 Tahun 1985).

Tags:

Berita Terkait