Mengetahui Lebih Jauh Soal Joint Venture Serta Aspek Hukumnya
Terbaru

Mengetahui Lebih Jauh Soal Joint Venture Serta Aspek Hukumnya

Joint Venture atau usaha patungan kini marak digunakan di antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Hal ini untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepekati dalam jangka waktu tertentu.

CR-27
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Dalam konteks hukum Indonesia, joint venture merupakan usaha patungan dari dua pemegang saham apabila para pemegang saham tersebut tidak memiliki hubungan afiliasi. Mengingat dalam joint venture para pemegang saham tidak memiliki hubungan afiliasi, maka dari itu mereka akan mengatur dalam suatu perjanjian joint venture mengenai hak-hak dan kewajiban mereka terkait perusahaan tersebut dengan tujuan menghindari perselisihan di antara keduanya.

Ketentuan mengenai joint venture diatur dalam beberapa peraturan pemerintah, di antaranya UU No. 1 Tahun 1967 Pasal 23 tentang Penanaman Modal Asing, PP No.7 Tahun 1993 tentang Pemilik Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing, PP No.20 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing serta SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal No 15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Di Indonesia, kegiatan joint venture lebih banyak dilakukan dalam bentuk penanaman modal antar sesama perusahaan dalam negeri maupun perusahaan modal asing. Ketentuan joint venture dalam hal penanaman modal diatur dalam Pasal 77 UU Cipta Kerja, UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, PP No.83 Tahun 2001 dan Perpres No.10 Tahun 2021.  (Baca: Joint Venture Tak Harus Libatkan Penanaman Modal Asing)

Partner Soewito Suhardiman Eddymurthy Kardono (SSEK) Law Firm, Dewi Savitri Reni, menjelaskan hubungan terafiliasi dari joint venture, seperti Pertamina dengan anak perusahannya Patra Niaga, Pertamina Gas dan sebagainya. Dalam hubungan induk dan anak perusahaan ini terdapat hubungan afiliasi satu sama lain.

“Dengan kata lain ketika induk dan anak perusahaan ingin membentuk suatu perusahaan baru, maka mekanismenya tidak perlu menggunakan perjanjian joint venture agreement,” katanya beberapa waktu lalu.

Untuk risiko yang biasa terjadi di antara pemodal di dalam joint venture, Savitri menjelaskan banyaknya kasus kehilangan kepercayaan yang muncul di antara para pemegang saham. “Potensi risikonya karena ada hubungan antar pemegang saham yang tidak baik, yang satu merasa yang bekerja tidak begitu baik atau tidak menyumbang lebih banyak untuk perusahannya,” katanya.

Dalam meminimalisir risiko, joint venture agreement hendaknya di dalam perjanjian harus memuat pasal-pasal penting yang berkaitan dengan prosedur pendirian perusahaan, cara agar salah satu pemegang  saham dapat kelaur dari perusahaan, prosedur pengalihan saham, cara menyelesaikan perselisishan di antara pemegang saham, cara mengoperasikan perusahaan sehari-hari dan hak-hak dari masing-masing pemegang saham dan kewajiban setiap pemegang saham.

Beberapa perusahaan besar telah melakukan perjainjian ini, diantaranya perusahaan Sharp dan Sony yang sepakat melakukan perjanjian pada ahun 2008. kerjasama ini berlaku dalam proses memproduksi dan menjual panel serta modul LCD berukuran besar. Selain itu ada perusahaan media NBC Universal Television Gorup yang melakukan perjanjian bersama 21st Century Fox dan Walt Disney Company yang menghasilkan entitas baru yaitu Hulu. Sedangkan di Indonesia, perusahaan yang melakukan joint venture ini yaitu PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia (perusahaan luar negeri) dengan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (perusahaan dalam negeri).

Associate SSEK Law Firm, Aldilla Suwana, mengimbau agar perusahaan perlu memperhatikan aspek-aspek mengenai joint venture.

“Setidaknya ada 10 aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek perusahaan struktur modal, bisnis perusahaan patungan, sumber pembiayaan perusahaan patungan, manajemen perusahaan patungan, rapat umum pemegang saham (RUPS), dividen, pengalihan hak atas saham, jangka waktu pengakhiran serta hukum yang berlaku dan cara penyelesaian sengketanya,” ungkapnya,

Selain aspek yang disebutkan oleh Aldilla, sebelum melakukan joint venture agreement, perusahaan perlu memperhatikan penerapan pasal kerahasiaan untuk mencegah pihak menggunakan informasi yang dimiliki ke pihak ketiga dan keberlakuan pasal kerahasiaan tersebut apabila joint venture agreement berakhir.

“Perusahaan juga perlu memperhatikan ketentuan pengalihan hak dan kewajiban dalam joint venture agreement dapat dialihkan kepada pihak lain dalam joint venture atau pihak ketiga,” jelasnya.   

Ia menambahkan aspek lainnya yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan joint venture agreement adalah non-competition, yaitu pasal larangan para pemegang saham terlibat atau melakukan suatu kegiatan usaha yang bersaing dengan kegiatan perusahaan joint venture agreement. Pasal tersebut adalah reserved matters, yaitu pasal yang mengatur kewajiban persetujuan pemegang saham oleh direksi dalam suatu kegiatan perusahaan seperti ketentuan 100% pemegang saham dengan hak suara.

Lalu aspek yang tidak kalah penting untuk diketahui oleh pemegag saham yaitu, adanya hak yang dimiliki pemegang saham untuk ikut menjual kepemilikannya bersamaan dengan dijualnya saham milik pemegang mayoritas kepada pihak ketiga dalam waktu dan harga per saham yang sama.

Tags:

Berita Terkait