Mengulas Penerapan Asas Retroaktif dalam KUHP Nasional
Utama

Mengulas Penerapan Asas Retroaktif dalam KUHP Nasional

Penerapan retroaktif menggunakan asas lex favorio atau penggunaan sanksi berdasarkan hukuman teringan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
 Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Ali Masyar Mursyid dalam diskusi Hukumonline Book Club  bertajuk ’Pembaruan Asas Retroaktif dalam KUHP Baru’, Jumat (19/4/2024). Foto: Tangkapan layar zoom
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Ali Masyar Mursyid dalam diskusi Hukumonline Book Club bertajuk ’Pembaruan Asas Retroaktif dalam KUHP Baru’, Jumat (19/4/2024). Foto: Tangkapan layar zoom

Secara umum asas legalitas merupakan dasar pada pengkajian hukum pidana tidak hanya di Indonesia namun dunia. Karenanya memunculkan kredo tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan peraturan perundang-undangan yang ada terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof Ali Masyar Mursyid berpandangan, penerapan asas legalitas tersebut terasa kaku dan tidak memberi ruang fleksibilitas. Dengan begitu perlunya penerapan asas retroaktif pada hukum pidana sebagai pelengkap atas asas legalitas tersebut.

”Bagi penganut legalitas yang strict maka (tindak pidana) tidak bisa diproses. Jadi kalau ada perbuatan jahat karena tidak ada UU maka tidak bisa diproses,” ujar Ali dalam Hukumonline Book Club  bertajuk ’Pembaruan Asas Retroaktif dalam KUHP Baru’, Jumat (19/4/2024).

Ali yang merupakan penulis buku tersebut menerangkan, pada kondisi tertentu seperti tindak pidana khusus penerapan asas retroaktif dibutuhkan. Misalnya, pada kasus Bom Bali yang terjadi pada 12 Oktober 2002 silam, saat Indonesia belum memiliki UU yang khusus mengatur kejahatan Terorisme. Saat itu, tindak pidana terorisme sendiri baru diundangkan enam hari setelah kejadian atau 18 Oktober 2002.

”Kalau kaku pakai non-retroaktif maka Amrozi cs tidak bisa dijerat, paling tindak pidana biasa konvensional seperti pembunuhan. Kalau tindak pidana non-konvensional maka lebih greget dan UU tersebut berlaku surut untuk Bom Bali,” katanya.

Baca juga:

Selain itu, Ali menjelaskan penerapan retroaktif  pun berlaku pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sementara itu, UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) pun menganut asas retroaktif dengan persyaratan tertentu sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2).

Dalam bukunya, Ali mengurai dua jenis retroaktif yaitu murni atau pure  dan semu atau pseudo. Pada retroaktif murni sudah sejak awal membuka peluang pemberlakuan retroaktif dengan UU baru. Seperti pada UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait