Mengutip Nama dan Buku Hakim Konstitusi, Dirjen Otda 'Diingatkan'
Berita

Mengutip Nama dan Buku Hakim Konstitusi, Dirjen Otda 'Diingatkan'

Demi menjaga independensi, para pihak yang bersidang di Mahkamah Konstitusi dilarang mengutip dan menyebut nama atau buku tulisan hakim konstitusi.

Mys
Bacaan 2 Menit
Mengutip Nama dan Buku Hakim Konstitusi, Dirjen Otda 'Diingatkan'
Hukumonline

 

Larangan mengutip nama dan buku tulisan seorang hakim di sidang judicial reciew tidak secara eksplisit diatur dalam hukum acara MK. Dalam Peraturan No. 02/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi, hanya ada perintah agar hakim konstitusi memperlakukan semua pihak yang berperkara secara berimbang, tidak diskriminatif dan tidak memihak (imparsial).   

 

Juga disebutkan agar hakim konstitusi tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atas sesuatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan.  

 

Lantas bagaimana kalau mengutip buku anggota DPR? Dalam pengujian Undang-Undang Mahkamah Agung dan UU Advokat, misalnya, buku Ketua Komisi III DPR Teras Narang dikutip oleh pemohon. Padahal, Teras Narang adalah juga kuasa hukum DPR dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Barangkali MK perlu mengatur masalah ini secara tegas.

Kaedah hukum acara itu terungkap dalam sidang pengujian Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta (7/2). Saat itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman yang mewakili Pemerintah sedang membacakan tanggapan Pemerintah atas permohonan judicial review yang diajukan Cetro dan sejumlah KPUD.

 

Ketua sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Jimly Asshiddiqie langsung menyela penjelasan Progo. Ini terkait dengan kalimat Progo yang mengutip buku karya Jimly berjudul Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, cetakan kedua yang diterbitkan Yarsif Watampone (Juni 2003).

 

Sebenarnya, Progo mengutip tulisan Jimly dalam buku tersebut sehubungan dengan pasal 22E ayat (2) UUD 1945. Dalam buku tersebut Jimly menulis bahwa ada empat subjek yang akan dipilih rakyat pada Pemilu yang diamanatkan pasal 22E ayat (2) tadi. Subjek yang langsung dipilih rakyat adalah calon anggota DPRD kabupaten/kota dan calon anggota DPRD propinsi; calon anggota DPR Pusat, calon anggota DPD, paket calon presiden dan calon wakil presiden.

 

Menurut Prof. Jimly, seyogianya pengutipan tertentu dengan menyebutkan nama dan buku hakim konstitusi tidak dilakukan demi independensi dan imparsialitas. Namun bukan berarti para pihak dilarang menjadikan buku-buku tulisan hakim konstitusi dalam kedudukan mereka dulu sebagai pakar atau dosen sebagai referensi. Bahwa dijadikan sebagai literature boleh-boleh saja tetapi tidak boleh disebut, ujar Jimly.

 

Pengutipan dari buku atau karya tulis para hakim konstitusi, terutama Jimly Asshiddiqie, sangat mungkin terjadi. Sebagian hakim konstitusi selama ini dikenal sebagai ahli hukum tata negara yang tentu saja bisa menuangkan karyanya ke dalam buku.

Halaman Selanjutnya:
Tags: