Menilik Penanganan Tindak Pidana di Pasar Modal
Terbaru

Menilik Penanganan Tindak Pidana di Pasar Modal

Beberapa kasus yang melibatkan pasar modal seringkali mendapat silang pendapat dari para ahli soal penegakan hukumnya.

CR-27
Bacaan 5 Menit
Webinar Potret Penanganan Tindak Pidana di Pasar Modal yang dilakukan secara daring pada Selasa (21/12). CR-27
Webinar Potret Penanganan Tindak Pidana di Pasar Modal yang dilakukan secara daring pada Selasa (21/12). CR-27

Pasar modal merupakan salah satu alat pendorong kegiatan perekonomian yang memberikan dampak yang tidak sedikit bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pasar modal memberikan alternatif berinvestasi bagi penjual dan pembeli yang berkeinginan untuk berinvestasi dalam perdagangan surat berharga.

Kasus pasar modal secara spesifik memiliki kerumitan tersendiri dalam penanganannya. Penegakan hukum kasus tindak pidana yang melibatkan pasar modal seringkali mendapat silang pendapat dari para ahli. Bahkan seringkali kasus yang ada di dalam pasar modal berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

Dalam Webinar Potret Penanganan Tindak Pidana di Pasar Modal yang dilakukan secara daring pada Selasa (21/12), Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edwar Omar Sharif Hiariej, menyinggung substansi dan hukum dalam undang-undang terkait pasar modal

“Kita harus paham substansi dari tindak pidana pasar modal. Tindak pidana pasar modal diatur di luar kitab UU hukum pidana. Dalam artian tindak pidana pasar modal ini memiliki pengkhususan dalam sisi materil dan formil,” katanya. . (Baca Juga: Implementasi Lemah, Urgensi Penguatan Budaya Hukum Diperlukan)  

Edy menjelaskan berkenaan dengan hukum pidana khusus, harus dipahami terlebih dahulu letak tindak pidana pasar modal karena itu akan mempengaruhi penegakan hukumnya. Ia mengatakan ada dua pembagian hukum pidana khusus, yaitu hukum pidana khusus internal dan hukum pidana khusus eksternal.

“Hukum pidana khusus internal merupakan hukum pidana khusus yang merupakan undang-undang pidana. Undang-undangnya terdiri dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan Pencucian Uang, UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU Hak Asasi Manusia, UU Pemberantasan Perdagangan Orang, UU Pemberantasan Pembalakan Liar dan UU Pendanaan Terorisme,” ujarnya.

Hukum pidana khusus eksternal yang bukan merupakan undang-undang pidana, terdiri dari kurang lebih 200 undang-undang sektoral. Undang-undang sektoral yang memuat sanksi pidana di dalam UU tersebut pada hakikatnya adalah hukum pidana khusus eksternal.

Menurut Edy, Perlu adanya pembagian terkait hukum pidana khusus internal dan hukum pidana khusus eksternal ini karena keduanya memiliki karakteristik dan sifat tersendiri, sehingga mempengaruhi penegakan hukumnya.

Hukum pidana khusus internal memiliki sifat primum remedium yaitu hukum pidana dipakai sebagai sarana untuk menegakkan hukum, sanksi administrasi atau sanksi lainnya bukan merupakan pengganti dari sanksi pidana, dan ancaman pidana yang bersifat akumulasi yaitu pidana denda dan pidana penjara.

Sedangkan hukum pidana khusus eksternal memiliki sifat ultimum remedium yaitu hukum pidana dipakai sebagai sarana yang paling akhir sebagai penegakkan hukum jika sarana penegakan hukum lainnya tidak lagi berfungsi, sanksi administrasi atau sanksi lainnya merupakan pengganti dari sanksi pidana, dan ancaman pidananya alternatif.

Edy melanjutkan, tindak pidana pasar modal termasuk ke dalam hukum pidana khusus eksternal. “Ketika kita sudah tahu pasti tindak pidana pasar modal dikualifikasikan hukum pidana khusus eksternal, maka kita kembali kepada sifat dan karakteristiknya yaitu bersifat ultimum remedium, sanksi administrasi atau sanksi lainnya merupakan sanksi pengganti dari sanksi pidana serta ancaman pidananya adalah alternatif,” jelasnya.

Ketentuan dalam Pasal 103 hingga Pasal 109 Undang-Undang Pasar Modal, ada beberapa hal yang perlu dikritisi yaitu tidak adanya kejelasan sanksi administrasi merupakan subtitute atau tidak dari sanksi pidana. Lalu, ancaman pidana yang ada di Pasal 103 hingga Pasal 109 bersifat kumulasi dalam artian, ketika perkara disidangkan maka hakim menjatuhkan pidana denda dan pidana penjara secara bersamaan.

Pasal ini turut mengkaji hukum acara tersendiri mengenai penyidik pegawai negeri sipil yang diberikan kekuasaan dalam konteks pasar modal adalah badan pengawas pasar modal dibawah kementerian keuangan.

Menteri memiliki otoritas penuh untuk menentukan kebijakan pasar modal. Terkait dengan penanganan tindak pidana pasar modal, seharusnya jika terjadi kejahatan di pasar modal maka penanganannya mengikuti sifat dan karakteristik tindak pidana pada umumnya. Artinya, aparat penegak hukum termasuk penyidik pegawai negeri sipil yang berhadapan dengan badan pengawas pasar modal tidak serta merta menerapkan sanksi pidana dan harus diupayakan hukum secara administratif.

“Jika upaya hukum administratif tidak mempan maka akan dilakukan penegakan hukum secara pidana,” kata Edy.

Ia melanjutkan, Selain substansi Undang-Undang juga diperlukan profesionalisme aparat. “Yang kita ketahui bersama bahwa selain penyidik Polri ketentuan dalam KUHP memungkinkan adanya penyidik pegawai negeri sipil. Namun, dalam koordinasi tetap melakukan koordinasi dengan Polri sebagai koordinator penyidik,” sambungnya.

Ketentuan di dalam Pasal 90 terkait penipuan, manipulasi dan perdagangan orang dalam. Ketentuan ini memerlukan pembuktian yang tidak mudah, oleh karena itu Undang-Undang memberikan kewenangan kepada penyidik pegawai negeri sipil yang diharapkan lebih memahami substansi untuk melakukan penegakkan hukum.

“Terkait penipuan dalam pasar modal yang termasuk ke dalam kejahatan yang unik karena penipuan ini diatur dalam kitab UU hukum perdata tetapi juga diatur dalam kitab UU hukum pidana,” terangnya.

Lebih lanjut, Ia menyampaikan perlu kajian lebih lanjut terkait tindak pidana pasar modal termasuk ke dalam hukum perdata atau hukum pidana.

“Jika konteks penipuan di pasar modal jika terjadi pelanggaran kontrak itu masuk ke hukum perdata namun jika konteksnya tipu muslihat maka itu masuk ke hukum pidana. Tidak mudah melakukan penegakkan hukum dalam konteks pasar modal,” ungkapnya.  

Terkait sifat hukum pidana khusus eksternal yang bersifat sifat ultimum remedium yang merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia, Ultimum remedium ini menyatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menjelaskan dalam proses legislasi sudah seharusnya ada sanksi-sanksi yang jelas yang kemudian hukum pidana adalah upaya terakhir.

“Kita harus kembali mendudukan satu persoalan tentang bagaimana konsep asas ultimum remedium. Dalam konteks penerapan hukum maka harus ada selektivitas penerapan sanksi pidana. Jika ada sanksi administratif maka seharusnya itu yang dikedepankan. Namun persoalannya adalah penegakan hukum di pasar modal, dimana pasar modal merupakan sebuah instrumen ekonomi yang sangat efektif yang melibatkan negara asing,” jelasnya.

Menurut Suparji, adanya keterlibatan negara asing dalam pasar modal merujuk ke satu poin penting agar pasar modal berjalan maksimal, yaitu kepercayaan. Jika tidak ada kepercayaan pada pasar modal, maka jelas akan mengalami suatu penurunan.

Dia menjelaskan ketika memadukan antara ultimum remedium dan upaya membangun kepercayaan di pasar modal maka akan terjadi sebuah hal yang diametral pada satu sisi yang bermaksud melakukan ultimum remedium, tetapi dalam sisi yang lain perlu dibangun sisi kepercayaan pasar modal sehingga keduanya dapat proporsional.

Suparji melanjutkan, ada tiga syarat pasar modal untuk dapat berkembang baik yaitu stabilitas politik, economy opportunity dan kepastian hukum. Salah satu kepastian hukum adalah bagaimana aturan hukum dilaksanakan sebagaimana mestinya.

“Adanya penindakan-penindakan terhadap insider trading, manipulasi, penipuan, pelanggaran keterbukaan. Ini merupakan bagian dari instrumen untuk menegakkan hukum di pasar modal,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait