Menimbang Urgensi Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja
Berita

Menimbang Urgensi Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja

Alih-alih menciptakan lembaga baru, pemerintah diminta untuk menyelesaikan persoalan return investasi yang masih rendah.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

“Dari revaluasi, banyak aset yang enggak jelas karena pindah sana-sini. Sebelum bikin LPI, kalau tidak dirapihkan dulu soal aset, jangan berharap LPI bisa juga bermanfaat seperti di negara lain yang mampu menampung dana besar dan mengenerate likuiditas untuk pembangunan dan return,” katanya.

Menurut Eko, harus ada upaya agar benar-benar rapih dalam mengelola aset LPI dan dalam identifikasi kerena ada aset yang akan pindah tangan. Bila dari awal sudah tidak tertata dan governance tidak baik, katanya, maka peluang untuk gagal sangat besar.

“Targetnya LPI adalah Rp225 triliun yang akan dikelola dan ini sangat besar dan tidak mudah untuk dimulai dalam target waktu sangat mepet. Saya khawatir aset yang dipindahtangan dan waktu yang pendek asetnya lepas begitu saja, ini risiko, ini bukan ruang hampa, negara tetangga juga begitu,” jelasnya.

Eko mengaku jika Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menarik investasi, namun ada risiko besar yang juga harus dipertimbangkan. Aspek tata kelola dan transparansi menjadi  kunci utama. Tapi sayangnya hanya sedikit bukti bahwa tata kelola Indonesia bisa lebih baik.

Apalagi, lanjutnya, audit aset negara pada LPI hanya dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai pasal 161. Artinya, BPK tak terlibat dalam audit LPI.

Eko menilai, pemerintah harus mempertimbangkan untuk membentuk lembaga baru seperti LPI. Pasalnya, persoalan kurang efektifnya investasi di Indonesia adalah return yang rendah. Hal ini disebabkan ICOR atau ongkos investasi yang terlalu banyak.

“Lebih baik pemerintah fokus untuk menyelesaikan problem ICOR yang tinggi. Kalaupun investasi naik kalau return rendah karena kebanyakan ongkos itu yang harus diperbaiki. Lebih baik fokus menurunkan ICOR daripada membuat lembaga baru. Negara lain yang rangking institusinya lebih baik saja gagal,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait