‘Menjadi Saksi Adalah Hak Bukan Kewajiban'
Berita

‘Menjadi Saksi Adalah Hak Bukan Kewajiban'

Di dalam UU Perlindungan Saksi, tidak perlu ada ketentuan pemberian sanksi bagi orang yang menolak menjadi saksi.

CR/Amr
Bacaan 2 Menit
‘Menjadi Saksi Adalah Hak Bukan Kewajiban'
Hukumonline

 

Jangan sampai ketentuan tentang perlindungan saksi berceceran dimana-mana, khawatirnya akan menimbulkan berbagai macam penafsiran dan juga ketidakpastian hukum, ujar Romli, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (1/3).

 

Romli menegaskan agar pembuat undang-undang menyusun secara cermat, dan rinci ketentuan tersebut agar tak  memerlukan lagi aturan pelaksana, seperti Peraturan Pemerintah.

 

Selain itu, menurut Romli, kepentingan dari aturan Perlindungan Saksi adalah untuk membeberkan kejahatan. Sehingga perlu diatur juga mengenai pemberian kompensasi pada pelaku kejahatan yang kooperatif. Nantinya, para pelaku tindak pidana ini, akan membantu pembongkaran kejahatan dengan kompensasi atau reward dari aparat hukum.

 

Tidak harus hadir

Sedangkan pakar pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rudy Satriyo mengatakan, pembuktian tidak harus ditekankan pada kehadiran saksi secara fisik. Dia menilai, ketentuan Pasal 185 KUHAP tentang keabsahan alat bukti di muka persidangan, tidak berlaku secara kaku.

 

Menurut Rudy, kekhawatiran saksi atas ancaman keselamatan dirinya harus diperhatikan. Jadi, sudah selayaknya dimungkinkan upaya untuk tidak wajib menghadirkan saksi di persidangan secara fisik. Lebih lanjut dia katakan, kalaupun harus ada keterangan saksi, dapat diupayakan sebatas penampilan suaranya saja

 

Masih dimungkinkan penggunaan alat-alat bukti lainnya. Bisa dengan keterangan ahli dan barang-barang bukti yang bisa memperkuat apa yang akan disampaikan di persidangan, ujar Rudy.

 

Lebih jauh, dia melihat adanya preseden semacam ini dalam perkara dugaan korupsi, dengan terdakwa Ginanjar Kartasamita. Ditegaskannya, pemberian kesaksian semacam ini jangan hanya diberikan pada orang tertentu saja, sebab dikhawatirkan malah menimbulkan diskriminasi.

Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita berpendapat bahwa menjadi saksi tidaklah wajib. Dia berpandangan, kesaksian setiap orang dalam hal mencegah kejahatan adalah hak, bukan kewajiban. Menurutnya, apabila suatu kesaksian menjadi suatu kewajiban, dinilainya kurang ada pemberdayaan.

 

Justru sebaliknya, dia berpandangan, apabila dikatakan sebagai hak, maka saksi akan berlomba-lomba menyampaikan haknya, sesuai dengan kebebasan menyampaikan informasi, yang diatur dalam UUD 1945. Dengan demikian, tidak perlu ada ketentuan pemberian sanksi, bagi orang yang menolak menjadi saksi.

 

Romli boleh berpendapat demikian, sementara di pihak lain aturan di dalam KUHAP memberikan kewenangan kepada hakim tidak saja untuk memaksa saksi untuk hadir ke persidangan (pasal 159 ayat 2) tetapi juga untuk menyandera saksi yang menolak memberikan keterangan di persidangan (pasal 161 ayat 1).

 

Persoalan lain yang diangkat oleh Romli yaitu mengenai perlunya kesatuan pengaturan mengenai perlindungan saksi. Maka dari itu, dia berkesimpulan, pengesahan undang-undang tentang Perlindungan Saksi nanti harus diiringi pencabutan seluruh ketentuan mengenai perlindungan saksi lainnya.

Tags: