Menyelami Hukum Pidana dari ‘Mazhab’ Universitas Indonesia
Resensi

Menyelami Hukum Pidana dari ‘Mazhab’ Universitas Indonesia

Buku pengantar studi hukum pidana pertama dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Buku ini adalah karya kedua Topo usai memimpin FHUI sebagai Dekan periode 2013-2017. Tahun lalu Topo menerbitkan karya lain tentang prapenuntutan dan perkembangannya di Indonesia. Ulasannya terbatas pada salah satu fitur dari hukum acara pidana Indonesia. Berbeda dengan karya kali ini yang terlihat menyeluruh tentang bidang kepakaran Topo.

Ada sembilan bab yang disajikan dalam buku ini. Bab pertama dimulai dengan pertanyaan menggelitik: siapa yang perlu mengenal hukum pidana? Tujuan akhir dari buku ini tampak dituntaskan pada bagian pembuka. Pembaca diajak berdialog soal manfaat dari membaca buku ini.  Seolah Topo meyakinkan apakah pembaca memang butuh melanjutkan membaca atau tidak. Tentu saja pembaca yang akan menentukan.

(Baca juga: Inilah Perundang-Undangan yang Beperan Mengubah KUHP).

Topo menguraikan hakikat hukum pidana secara tuntas namun ringkas. Penjelasannya bahkan dimulai dari asal kata ‘hukum’ dan ‘pidana’ dalam khazanah ilmu hukum di Indonesia. Penulis buku hukum pidana biasanya menjelaskan asal-usul hukum pidana Indonesia yang mengadopsi hukum Belanda. Tidak begitu dengan Topo. Konsep utuh hukum pidana dari literatur Barat secara luas bahkan Timur Tengah disajikannya untuk memperjelas pandangan pembaca sejak awal.

Bab kedua menyajikan berbagai bidang ilmu lain yang berkaitan dengan ilmu hukum pidana. Topo membuka pendekatan interdisipliner dalam mempelajari hukum pidana. Pembaca diajak membedakan sekaligus melihat titik singgung ilmu-ilmu tersebut. Mulai dari Kriminologi, Penologi, Forensik, hingga Viktimologi diuraikan di bagian kedua. Pembaca tidak terburu-buru dipaksa menyelami ilmu hukum pidana.

Bab ketiga membandingkan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Topo punya rumusan sendiri tentang apa yang disebut sebagai hukum pidana khusus. Topo membaginya jadi tiga kategori. Masing-masing yaitu hukum pidana militer, hukum pidana khusus dalam Undang-undang Pidana, dan hukum pidana khusus bukan dalam dalam Undang-undang Pidana.

Bab keempat baru mengenalkan prinsip dasar hukum pidana sebagai ultimum remidium. Begitu pula bab kelima menjelaskan pengertian dan falsafah pemidanaan. Topo seolah ingin memastikan pembaca memahami hakikat hukum pidana sebelum menjelaskan seluk-beluk teori dan penerapannya. Rujukan mutakhir dari literatur Uni Eropa dikutip pada bagian ini. Tentu cukup relevan karena pada dasarnya ilmu hukum dikembangkan dari tradisi keilmuan Barat.

Topo mulai mengajak pembaca melihat hukum pidana Indonesia pada bab enam dan tujuh. Masing-masing menjelaskan sumber-sumber hukum pidana di Indonesia dan sejarah hukum pidana di Indonesia. Dinamika RUU KUHP yang disusun sejak tahun 1981 hingga saat ini tak luput dijelaskan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait