MK Diminta Cabut Wewenang Penyidikan OJK
Utama

MK Diminta Cabut Wewenang Penyidikan OJK

Karena wewenang penyidikan OJK ini tidak mengacu pada KUHAP, sehingga potensial melanggar asas due process of law yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyidikan seperti termuat dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf c UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK dipersoalkan sejumlah warga negara. Mereka adalah sejumlah akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Surakarta, yakni Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitasari, Bintara Sura Priambada, Ashinta Sekar Bidari melalui uji pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

“Kita sudah mendaftarkan uji materi pasal-pasal itu ke MK pada 30 November 2018,” ujar salah satu kuasa hukum para Pemohon, Husdi Herman saat dihubungi Hukumonline, Senin (3/12/22018). Selain Husdi Herman, permohonan ini juga ditangai Viktor Santoso Tandiasa dan Tineke Indirani selaku kuasa hukumnya.  

 

Pasal 1 angka 1 UU OJK menyebutkan, “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

 

Dalam Putusan MK No. 25/PUU-XII/2014, Pasal 1 angka 1 itu menjadi berbunyi, “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.”

 

Pasal 9 huruf c UU OJK disebutkan, “Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: .... (c) melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.”

 

Husdi Herman menilai kewenangan penyidikan OJK oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) OJK dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari proses pemanggilan, pemeriksaan, meminta keterangan, penggeledahan hingga pemblokiran rekening bank, apabila tidak sesuai dengan KUHAP dan tidak berkoordinasi dengan kepolisian.

 

Menurutnya, OJK secara original intent dibentuk untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan bidang perbankan. Fungsi pengawasan OJK ini untuk menjalankan fungsi supervisi secara administratif melalui Multi Supervisiory Model, Twin Peak Supervisiory Model, dan Unified Supervsiory Model. Ketiga model ini yang paling sesuai dengan Indonesia adalah Unified Supervisiory Model yakni sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam lembaga tunggal yaitu OJK.

Tags:

Berita Terkait