Mr. Ahmad Subardjo, Orang Hukum di Seputar Proklamasi Kemerdekaan
Tokoh Hukum Kemerdekaan

Mr. Ahmad Subardjo, Orang Hukum di Seputar Proklamasi Kemerdekaan

Subardjo berperan penting menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan ikut merumuskan teks Proklamasi di rumah Maeda.

Muhammad Yasin
Bacaan 8 Menit

Hatta berpendapat rumusan itu terlalu abstrak. Hatta meminta agar dalam teks Proklamasi dirumuskan pengantar kemerkdenaan pada pelaksanaan yang nyata. Setelah melalui beberapa pertimbangan, maka disusunlah kalimat kedua: “Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Rumusan itu kemudian disetujui dengan beberapa coretan dan perubahan. Setelah peserta rapat setuju, teks tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Setelah selesai, Soekarno membacakan kembali teks Proklamasi pelan-pelan di hadapan peserta yang hadir di rumah Maeda.

Tokoh pemuda, Sukarni, angkat bicara. “Teks ini, sama sekali terlepas dari semangat revolusioner, lemah, dan tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri”. “Saya tidak setuju dengan kalimat kedua, karena saya tidak percaya bahwa Jepang akan menyerahkan kekuasaan kepada kita dengan cara sukarela. Kita harus merenggutnya dari tangan mereka”.

Subardjo menggambarkan bahwa ada perdebatan seru setelah kritik Sukarni. Cuma, sebagian besar perintis kemerdekaan yang hadir menentang adanya perubahan. Akhirnya, diputuskan teks proklamasi tidak akan berubah. Soekarno mengajukan pertanyaan siapa yang akan menandatangani Proklamasi. Awalnya muncul gagasan agar semua orang yang hadir dalam penyusunan teks Proklamasi ikut menandatangani, termasuk mereka yang bukan anggota PPKI. Namun usul ini ditolak. Akhirnya disepakati bahwa proklamasi itu atas nama bangsa Indonesia, dan diteken oleh Soekarno dan Hatta.

Fajar telah tiba, sudah sekitar pukul 06.00, ketika Subardjo meninggalkan tempat pertemuan. Subardjo menulis: “Sewaktu ruang pertemuan hampir kosong, saya berpamitan dari Soekarno dan Hatta yang kelihatan masih cukup segar setelah mengalami begitu banyak kejadian”. Subardjo pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Hingga pada pukul 10 pagi, tanggal 17 Agustus 1945, dua orang utusan Soekarno-Hatta datang ke rumah Subardjo, meminta ikut ke kediaman Soekarno untuk mengikuti pembacaan Proklamasi Kemerdekaan.

Subardjo merasa lelah sehingga memutuskan untuk tetap beristirahat di rumah. “Saya mengirim sebuah pesan kepada Bung Karno dan Bung Hatta meminta mereka untuk memaafkan ketidakhadiran saya dan supaya mereka segera saja memulai upacara Proklamasi Kemerdekaan”. Subardjo merasa yang paling penting Indonesia merdeka telah menjadi kenyataan.

Setelah Indonesia merdeka, Subardjo diangkat menjadi Menteri Luar Negeri yang pertama. Jabatan Menlu ia emban hingga 3 April 1952. Ia terus berkiprah untuk bangsa dan negara ini, hingga menghembuskan nafas terakhir pada 15 Desember 1978 dalam usia 82 tahun. Pada 2009, Subardjo diangkat menjadi pahlawan nasional.

Tags:

Berita Terkait