Orang Hilang Ingatan Tak Boleh Milih, Begini Penjelasan Pemerintah
Berita

Orang Hilang Ingatan Tak Boleh Milih, Begini Penjelasan Pemerintah

Pasal yang diuji telah menjamin adanya kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

ASH
Bacaan 2 Menit
Orang Hilang Ingatan Tak Boleh Milih, Begini Penjelasan Pemerintah
Hukumonline
Pemerintah menganggap aturan larangan pemilih penderita ingatan atau gangguan mental dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) tidaklah diskriminatif dan tidak menghilangkan hak memilih warga negara yang mengidap penyakit tersebut. Namun, aturan itu lebih merupakan persyaratan yang ditentukan pembentuk Undang-Undang (UU) atau open legal policy (kebijakan hukum terbuka).

“Persyaratan calon pemilih (dalam Pilkada) menjadi kewenangan pembentuk UU termasuk syarat sedang tidak terganggu jiwanya atau ingatannya,” ujar Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Suhajar Diantoro saat menyampaikan pandangan pemerintah dalam uji materi UU Pilkada di gedung MK, Senin (14/3).

Sebelumnya, sejumlah masyarakat sipil seperti Jenny Rosanna Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat, Hj. Ariani dari Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA PENCA), dan Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mempersoalkan larangan penderita gangguan ingatan atau disabilitas gangguan mental (stress) untuk memilih dalam Pilkada.

Mereka mempersoalkan Pasal 57 ayat (3) huruf a UU  UU No. 8 Tahun 2015  tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Pasal 57 ayat (3) huruf a UU Pilkada berbunyi : “Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya.” Pasal itu dinilai diskriminatif dan menghilangkan hak pilih warga negara yang mengidap psikososial atau disabilitas mental.

Menurutnya, gangguan psikososial dan disabilitas gangguan mental bukanlah jenis penyakit yang muncul terus menerus, setiap saat. Pengidap psikososial merupakan penyakit gejala gangguan mental dan gejala hilang ingatanyang bisa hilang sewaktu-waktu dan orang bersangkutan bisa normal kembali. Para pemohon meminta MK agar menghapus berlakunya pasal itu.

Suhajar menegaskan Pasal 57 ayat (3) UU Pilkada sejalan dengan Pasal 22E UUD 1945 yang menentukan persyaratan calon pemilih dalam Pemilu yang merupakan pilihan hukum pembentuk UU. Apabila memaksakan memberi hak pilih bagi penderita gangguan psikologis yang tidak dapat dipastikan waktu kambuh atau normalnya, justru pemerintah tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk member kepastian hukum.

Dia mengingatkan orang yang sedang terganggu jiwa dan akal ingatannya sebagai orang yang dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Akibatnya, orang tersebut tidak dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas perbuatannya yang tidak disertai akal sehat itu. “Apabila orang yang terganggu jiwanya melakukan perbuatan hukum, tindakannya dianggap tidak sah,” tegasnya.

Menurutnya, lahirnya Pasal 57 ayat (3) huruf a UU Pilkada salah satu jalan yang dipilih pembentuk UU untuk mengantisipasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Pilkada agar berlangsung fairness. Karena itu, pasal tersebut telah menjamin adanya kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait