Pahami Risiko Hukum dalam Transaksi Non-Fungible Token
Utama

Pahami Risiko Hukum dalam Transaksi Non-Fungible Token

Kominfo mengingatkan para platfom transaksi NFT memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan, baik ketentuan pelindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Fenomena pemanfaatan teknologi Non-Fungible Token (NFT) makin populer di masyarakat dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini ramai menjadi perbincangan publik usai pemuda asal Indonesia berusia 22 tahun, Ghozali sukses menjual koleksi foto pribadinya sebagai Non-Fungible Token (NFT) miliaran rupiah melalui aplikasi layanan Opensea. Melihat kesuksesan Ghozali tersebut, masyarakat mencoba menirunya dengan mengunggah foto pribadi sebagai aset NFT dan berharap terjual.

Kondisi tersebut mendapat sorotan dari regulator khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi mengingatkan para platfom transaksi NFT untuk memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan pelindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual. 

Dia menjelaskan Menteri Kominfo telah memerintahkan jajaran terkait di Kementerian Kominfo untuk mengawasi kegiatan transaksi NFT yang berjalan di Indonesia, serta melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto.

Sebagai informasi, NFT merupakan produk digital yang dapat dijual dan dibeli menggunakan teknologi blockchain. NFT memiliki fungsi seperti sertifikat digital yang menunjukkan kepemilikan atau otoritas terhadap suatu karya seni. NFT dapat diperjualbelikan di pasar daring atau market place OpenSea, yang pertama kali didirikan oleh Devin Finzer dan Alex Atallah pada Maret 2020. (Baca: Dugaan Kebocoran Data Kemenkes, RUU PDP Penting Segera Disahkan)  

Dedy menerangkan merujuk pada UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.

“Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan akses platform bagi pengguna dari Indonesia,” jelas Dedy, Minggu (16/1).

Kementerian Kominfo mengimbau masyarakat untuk dapat merespons tren transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar hukum. Kemudian, masyarakat diharapkan terus meningkatkan literasi digital agar semakin cakap dalam memanfaatkan teknologi digital secara produktif, dan kondusif.

Selain itu, Kementerian Kominfo akan mengambil tindakan tegas dengan melakukan koordinasi bersama Bappebti, Kepolisian, dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk melakukan tindakan hukum bagi pengguna platform transaksi NFT yang menggunakan tersebut untuk melanggar hukum.

Hal sama diingatkan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah, mengingatkan bahaya mengunggah swafoto bersama dengan kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el terkait fenomena bisnis digital NFT.

Dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (16/1), Zudan mengatakan penjualan dan pengunggahan foto dokumen kependudukan tersebut sangat rentan terhadap tindak kejahatan. "Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya itu sangat rentan dengan adanya tindakan fraud atau penipuan atau kejahatan oleh ‘pemulung data’," kata Zudan.

Dengan mengunggah foto dokumen kependudukan berisi informasi data diri tersebut, lanjut Zudan, dapat dengan mudah digunakan pelaku tindak kejahatan. "Karena data kependudukan itu dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online, misalnya seperti pinjol (pinjaman online)," tambahnya.

Oleh karena itu, Zudan mengimbau seluruh masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih pihak-pihak yang dapat dipercaya dalam memberikan verifikasi dan validasi terhadap dokumen kependudukan berisi informasi diri.

"Oleh karena itu, pentingnya edukasi kepada seluruh masyarakat untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apa pun, (edukasi) itu sangat perlu dilakukan," jelasnya.

Zudan mengimbau kepada pihak yang melakukan tindak kejahatan mendistribusikan dokumen kependudukan, termasuk diri sendiri akan dikenai ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000.

"Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan," ujar Zudan.

Seperti diketaui, mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, Sultan Gustaf Al Ghozali, sukses meraup keuntungan hingga Rp1,5 miliar dari penjualan swasfoto atau selfie dirinya yang dilakukannya setiap hari dalam lima tahun terakhir.

Menurut mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Udinus Semarang itu, terdapat 932 foto selfie dirinya yang terjual lewat NFT di platform Opensea.io. Dia menceritakan ratusan foro tersebut diunggahnya baru sekitar Desember 2021 lalu.

"Awalnya berpikir mungkin lucu kalau ada kolektor yang punya (foto) saya," katanya di Semarang seperti dikutip dari Antaranews, Kamis. Foto-foto unggahannya itu, kata dia, kemudian dipromosikan oleh komunitas NFT Indo. "Harga awal yang saya tawarkan sekitar 3 dolar AS," tambahnya.

Namun kemudian, banyak kolektor yang membeli termasuk sejumlah pesohor tanah air. Beberapa pesohor yang ikut membeli hasil jepretan swafoto yang dilakukannya setiap hari mulai 2017 hingga hari ini tersebut di antaranya koki selebritas Arnold Purnono atau yang lebih dikenal dengam Chef Arnold serta selebgram Reza Arab. Nilai jual 932 foto yang dijual lewat NFT Opensea tersebut, kata dia, mencapai Rp12 miliar, di mana 10 persen dari hasil penjualan itu menjadi haknya.

Ada 932 swafoto Ghozali yang buatnya sejak dirinya lulus SMK hingga memasuki semester 7 kuliahnya di Udinus. Ia menceritakan awal mula koleksi swafoto selama 5 tahun tersebut karena terinspirasi untuk membuat karya animasi timelapse.

Ghozali masih memiliki target untuk meneruskan koleksi swafotonya tersebut hingga lulus kuliah nanti. Adapun uang hasil penjualan foto dirinya itu, menurut dia, akan diinvestasikan untuk mewujudkan impiannya. Usai lulus kuliah, pemuda 22 tahun ini berkeinginan untuk bekerja di studio animasi, sebelum nantinya memiliki studio animasinya sendiri.

Tags:

Berita Terkait