Palu Hakim dan Investasi Asing di Indonesia
Kolom

Palu Hakim dan Investasi Asing di Indonesia

Pengadilan Indonesia perlu mendukung agar kontrak bisnis internasional dihormati. Kepastian hukum bagi investor asing di Indonesia harus dijaga dengan baik agar iklim investasi di Indonesia lebih menarik dan kompetitif.

Bacaan 5 Menit

Dalam konteks hukum acara perdata Indonesia, gugatan baru itu dapat berbentuk gugatan perdata wanprestasi atau gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini sangat bergantung dari sengketa apa yang diputus oleh putusan pengadilan asing. Jika sengketa yang diputus oleh putusan pengadilan asing adalah sengketa atas perjanjian—salah satu pihak cedera janji—, maka gugatan baru yang diajukan berbentuk gugatan wanprestasi. Kasus tersebut di atas merujuk putusan Pengadilan Tinggi Inggris (58/2010) yang memutus bahwa HITS telah wanprestasi—terhadap kewajibannya berdasarkan Surat Pernyataan Penanggungan—sehingga harus membayar sejumlah uang kepada Parbulk.

Putusan sela PN Jakarta Selatan perlu diapresiasi sebagai upaya menjaga iklim investasi di Indonesia. Putusan itu akhirnya menjawab pertanyaan berbagai pihak selama ini: apakah pengadilan di Indonesia yang memeriksa dan memutus kembali suatu sengketa yang telah diputus sebelumnya menyalahi prinsip nebis in idem atau tidak? Ketentuan nebis in idem tentu tidak berlaku atas suatu gugatan baru yang diajukan karena ketentuan dalam Pasal 436 ayat (2) Rv. Isinya jelas memberikan kewenangan bagi hakim untuk memeriksa dan memutus kembali suatu perkara yang sebelumnya telah diputuskan oleh pengadilan asing.

Kasus ini harus dilanjutkan dengan dasar dan fakta yang diambil dari putusan pengadilan asing yang dituangkan kembali dalam gugatan perkara baru. Selanjutnya gugatan diajukan ke Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Putusan Pengadilan Tinggi Inggris No. 58/2010 adalah akta autentik atau bukti yang sempurna dan mengikat. Hal itu karena sebagai putusan pengadilan asing telah berkekuatan hukum tetap seperti diatur Pasal 1917 jo. Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya “Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan” menjelaskan pendapat hukum demikian, bahwa penerapan Pasal 1917 jo. Pasal 1870 KUHPerdata dengan memandang kekuatan pembuktian suatu putusan asing.

Gugatan Parbulk terhadap HITS juga sudah tepat diajukan ke pengadilan negeri dengan wilayah hukum meliputi domisili tergugat. Pemenuhan kewajiban—setelah adanya amar putusan dari pengadilan di Indonesia yang menghukum pihak tergugat—nantinya dapat menggunakan upaya paksa sesuai Hukum Acara Perdata Indonesia. Upaya paksa termasuk pula meminta pengadilan melakukan sita eksekusi jika putusan tidak dilaksanakan tergugat secara sukarela.

Mengharap Keadilan

Pelaku usaha tentu menunggu hasil dari persidangan ini. Putusan Majelis Hakim sepatutnya memenangkan gugatan Parbulk. Putusan PN Jakarta Selatan kelak harus sesuai dengan Pasal 180 HIR (Herzien Inlandsch Reglement). Telah terpenuhi syarat adanya akta autentik—berupa putusan arbitrase LMAA dan putusan Pengadilan Tinggi Inggris—berkekuatan formal, kekuatan material, dan kekuatan mengikat.

Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dapat menjadikan putusan pengadilan asing dalam kasus ini sebagai dasar menjatuhkan putusan. Heritage telah kalah di pengadilan arbitrase, disusul HITS pun kalah di Pengadilan Tinggi Inggris. Hutang Heritage kepada Parbulk haruslah dibayar HITS sebagai penanggung sesuai Surat Pernyataan Penanggungan.

Banyak pihak berharap keadilan dalam kasus ini sehingga iklim investasi yang kondusif di Indonesia dapat tercipta. Jangan sampai putusan yang salah dari pengadilan akan mengancam kepercayaan dan kenyamanan pelaku usaha dari luar negeri. Tentu saja ini demi masa depan investasi asing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

*)Dr. Asep Iwan Iriawan, SH., MH., Dosen Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Trisakti dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait