Paradoks Sistem Presidensial Bisa Munculkan Otoritarianisme Bila Kekuasaan Tak Dibatasi
Berita

Paradoks Sistem Presidensial Bisa Munculkan Otoritarianisme Bila Kekuasaan Tak Dibatasi

Teori presidensialisme disebut tidak pernah mengajarkan bahwa jabatan presiden dan wapres merupakan jabatan terpisah. Terlebih lagi, jika jabatan wapres dianggap setara dengan menteri, sehingga dapat menjabat lebih dari dua periode masa jabatan.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Dulu sebelum masehi, kata Jimmy, Plato menyebut bahwa negara yang baik adalah negara yang dipimpin oleh aristokrat filsuf. Namun ketika kaum filsuf menjadi pemimpin, lanjut Jimmy, lama kelamaan mereka tidak lagi mementingkan rakyatnya, melainkan mementingkan kelompoknya.

 

“Artinya siapapun yang berkuasa, hukum harus diatur secara tegas dan diberi batasan, agar kecenderungan perubahan sifat yang bisa jadi sangat berbeda dari sebelumnya dapat terhindari,” ujar Jimmy.

 

Pegamat Perludem Titi Anggraini menilai bahwa JR ini merupakan bentuk ancaman demokrasi modern yang telah melahirkan sebuah fenomena baru, bukan lagi sekedar manipulasi suara ataupun kudeta melainkan mulai masuk kedalam tataran manipulasi demokrasi dengan melemahkan sistem dan memanipulasi aturan main dengan pendekatan-pendekatan yang konstitusional, termasuk didalamnya upaya memperluas kekuasaan yang dilakukan eksekutif untuk melanggengkan kekuasaan dengan menghilangkan pembatasan-pembatasan masa jabatan.

 

Menurut Titi, Batasan ini jelas diperlukan agar Pemilu sebagai pengatur sirkulasi elit tidak didominasi oleh pihak tertentu serta terhindar dari fanatisme figur dalam pengisian suatu jabatan kekuasaan. Titi juga menilai bahwa upaya JR Perindo terkait masa jabatan wapres merupakan upaya yang dapat melemahkan progresifitas demokrasi Indonesia, sehingga dapat melemahkan parpol sebagai pintu masuk terwujudnya suatu kaderisasi parpol yang demokratis.

 

“Pada dasarnya Pemilu sebagai instrumen demokrasi yang berfungsi sebagai pengatur sirkulasi elit membutuhkan adanya pembatasan kekuasaan yang dipilih melalui pemilu, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang berujung pada lahirnya otoritarianisme,” kata Titi.

 

Tags:

Berita Terkait