Pasal Berlapis Bagi Penyebar Berita Hoax
Utama

Pasal Berlapis Bagi Penyebar Berita Hoax

Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 lebih mudah dikenakan terhadap penyebar berita hoaks ketimbang menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Adapun terkait delik pencemaran nama baik atau fitnah berdasarkan pasal 27 ayat (3) UU ITE, tambah Miko, hal yang penting untuk ditekankan adalah penghinaan itu terhadap ‘orang’ atau ‘manusia’. Karena yang dinamakan penghinaan itu, kata Miko, berdasar pada niat untuk merendahkan kehormatan atau wibawa ‘seseorang’.

 

“Jadi seseorang itu orang, manusia, karena yang punya rasa itu manusia,” tukas Miko.

 

Lebih lanjut dijelaskan Miko, bahwa penghinaan itu adalah soal perasaan karena yang punya perasaan itu adalah manusia maka penekanannya adalah ‘orang’ atau ‘manusia’. Itu pulalah yang menurut Miko menjadi alasan mengapa delik penghinaan atau pencemaran nama baik itu masuk ke dalam kategori delik aduan. Sehingga ‘orang yang merasa’ direndahkan itu bisa mengadukannya seperti diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP.

 

Lihat juga      : Putusan Pengadilan ‘Landmark’ Terkait Penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE

 

Miko memberikan permisalan, mengapa pasal penghinaan presiden dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)? Karena salah satu dasarnya adalah jabatan presiden itu tidak mempunyai perasaan, sehingga tidak memiliki perasaan ketersinggungan. Bahkan, kata Miko, ada putusan MK tentang pengujian UU ITE yang menegaskan bahwa untuk membaca pasal 27 ayat (3) UU ITE itu harus senafas dengan pasal 310 dan 311 KUHP.

 

Untuk diketahui, MK dalam Putusan No. 50/PUU-VI/2008 menyatakan bahwa penafsiran norma yang termuat dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak bisa dilepaskan dari genus-nya, yakni norma hukum yang termuat dalam pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga penerapannya tidak bisa menggunakan delik biasa, melainkan harus menggunakan delik aduan.

 

Adapun delik lainnya yang bisa dikenakan kepada penyebar konten hoax, kata Miko, adalah delik penghapusan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2008. Namun pengenaan delik ini, sambung Miko, hanya jika memenuhi klausul-klausul dan kondisi tertentu seperti apakah konten hoaks yang disebarkan tersebut bernuansa permusuhan dan ada anasir menimbulkan kebencian terhadap kelompok ras atau etnis tertentu? Jika ada, barulah delik itu bisa dimasukkan.

 

Lihat juga : Ada Sanksi Bagi PNS yang Memberikan Like, Dislike di Postingan Ujaran Kebencian

 

Sanksi lainnya berlaku khusus di kalangan PNS, yakni dalam konteks penyebaran konten hoax dengan muatan ujaran kebencian. Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan menjabarkan, jenis sanksi yang akan dikenakan terhadap oknum pelaku Aparatur Sipil Negara (ASN) ini meliputi sanksi ringan dan sanksi berat sebagaimana diatur dalam pasal 7 PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pekan lalu, 6 bentuk ujaran kebencian yang disebarkan ASN melalui medsos ini diumumkan BKN melalui rilis No. 006/Rilis/BKN/V/2018.

 

Tak tanggung-tanggung, bukan hanya sekadar oknum ASN yang menyebarkan konten hoaks bermuatan ujaran kebencian, bahkan ASN yang memperlihat persetujuan pendapat dengan melakukan like, dislike atau berkomentar pada postingan yang bermuatan ujaran kebencian tersebut juga dapat dikenakan sanksi ringan.

Tags:

Berita Terkait