Pecat Pengawal Tahanan, Putusan Etik Terberat Dewas KPK Selama Berdiri
Utama

Pecat Pengawal Tahanan, Putusan Etik Terberat Dewas KPK Selama Berdiri

Sebelumnya, Dewas hanya menghukum ringan para pelanggar etik mulai dari Firli Bahuri, Aprizal hingga Yudi Purnomo.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: RES
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: RES

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) kembali menggelar sidang berkaitan dengan pelanggaran etik yang dilakukan oleh salah satu pegawainya berkaitan dengan penerimaan hadiah atau janji. Tak tanggung-tanggung, pegawai yang merupakan pengawal tahanan (waltah) ini dikenakan sanksi berat berupa pemecatan.

Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan putusan ini berdasarkan persidangan etik Dewas KPK yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g dan h serta Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Hari ini (21/12/2020) Dewan Pengawas KPK telah menjatuhkan putusan kepada TK (Pegawai Tidak Tetap Pengamanan Dalam Biro Umum) dengan sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Ali dalam keterangannya. (Baca Juga: Asa KPK di Tengah “Pandemi”)

Tindakan pelanggaran yang dilakukan adalah mengabaikan kewajiban menolak dan melaporkan setiap gratifikasi yang dianggap suap dan mengadakan hubungan langsung dengan pihak yang diketahui perkaranya sedang ditangani KPK. Paling tidak ada empat perbuatan yang dilakukan TK sehingga harus dilakukan pemecatan.

“Memberikan nomor kontak telepon kepada salah seorang tahanan, telah menerima bingkisan makanan berupa 3 (tiga) dus mpek mpek, meminjam uang sebesar Rp800 ribu, menerima sejumlah uang dari salah seorang tahanan KPK sebesar Rp300 ribu,” ujar Ali. (Baca Juga: Presiden: Pemberantasan Korupsi Tak Boleh Padam)

Hukuman ini merupakan yang terberat selama Dewas berada dalam organ KPK. Hal ini pun diamini oleh Ali. “Iya (putusan terberat),” terangnya.

Dalam catatan Hukumonline setidaknya ada tiga sidang etik sebelumnya yang dilakukan Dewas KPK. Pertama terhadap Ketua KPK Firli Bahuri berkaitan dengan penggunaan helikopter yang dianggap sebagai gaya hidup mewah dan bertentangan dengan etika dan seruan pimpinan KPK sebelumnya agar pejabat negara mempunyai gaya hidup sederhana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait