Pembentukan Tim Asistensi Hukum Menuai Kritik
Berita

Pembentukan Tim Asistensi Hukum Menuai Kritik

Untuk menilai apakah suatu aktivitas masyarakat dapat dikategorikan melanggar hukum atau tidak. Namun, kalangan masyarakat sipil menolak pembentukan tim hukum ini.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Sikap yang dikeluarkan pemerintah ini juga menunjukkan ketidakpercayaan pemerintah terhadap sistem peradilan pidana yang selama ini sudah ada,” kata Anggara saat dikonfirmasi, Rabu (8/5/2019).

 

Anggara mengingatkan kritik yang disampaikan di muka umum terkait kebijakan pemerintah adalah hal yang wajar. Konstitusi menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pikiran baik secara lisan dan tulisan. Pasal 28E ayat (3) UUD Tahun 1945 menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat. Pasal 22 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM lebih rinci mengatur kebebasan berekspresi, hal ini juga termaktub dalam Pasal 19 Kovenan Sipol yang telah diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005.

 

Atas dasar itu, Anggara mengingatkan penggunaan kekuasaan dan hukum pidana yang berlebihan berpotensi membahayakan kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia. Karena itu, ICJR merekomendasikan agar pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan rencana pembentukan tim hukum nasional tersebut karena mengancam kebebasan berekspresi.   

 

“Pemerintah harus menghormati mekanisme peradilan pidana yang sudah ada dan ditentukan oleh undang-undang terkait, yakni KUHAP. Dan tidak melakukan hal-hal yang tidak perlu seperti membentuk Tim Hukum Nasional.”

 

Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar mengaku tidak paham bagaimana cara berpikir Wiranto sampai akhirnya memutuskan membuat tim bantuan hukum ini. Jika tujuannya melahirkan kebijakan publik, seharusnya Wiranto menjelaskan situasi apa yang dihadapi, sehingga perlu dibentuk tim bantuan hukum. Situasi itu harus dikaji apakah layak atau tidak untuk ditindaklanjuti.

 

“Saya menduga dia (Wiranto,-red) tidak paham prosedur untuk membuat kebijakan publik,” ujar Haris saat dihubungi, Kamis (9/5/2019).

 

Haris menilai pembentukan tim ini bisa jadi karena Menkopolhukam panik atas situasi setelah pemungutan suara. Mengingat banyak kritik dari berbagai pihak terhadap penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 yang digelar 17 April 2019. “Atau bisa juga karena Wiranto mau mengambil peran tertentu dalam pemerintahan periode selanjutnya?"

Tags:

Berita Terkait