Pemerintah Janji Tampung Aspirasi Publik Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Berita

Pemerintah Janji Tampung Aspirasi Publik Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Diharapkan, kehadiran UU Cipta Kerja dan berbagai jenis aturan lanjutannya tersebut berdampak positif terhadap perekonomian nasional.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah menunggu dan mengharapkan masukan serta aspirasi masyarakat dalam penyususan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Sesuai arahan Bapak Presiden, Pemerintah membuka ruang yang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dan aspirasi dari masyarakat dan seluruh stakeholders, supaya dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan agar sejalan dengan tujuan pembentukan UU Cipta Kerja,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi, yang dikutip Senin, (9/11) lalu.

Masih Ada Penolakan

Meski pemerintah telah membuka ruang kepada publik untuk memberi masukan terkait aturan turunan UU Cipta Kerja, ternyata gelombang penolakan terhadap UU tersebut belum reda. Salah satunya adalah organisasi nirlaba bidang lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), yang menolak hadir dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama DPR. Dalam surat undangan dari DPR tertanggal 9 November 2020, Walhi diundang untuk hadir pada 12 November 2020 di ruang rapat Komisi IV DPR. (Baca Juga: Mau Beri Masukan Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja? Silakan Cek Portal ini)

Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati, mengatakan sedikitnya ada 2 alasan organisasinya menolak hadir dalam RDPU. Pertama, UU Cipta Kerja adalah UU yang dipaksakan Presiden bersama DPR yang bertentangan dengan konstitusi dan prinsip demokrasi. Kedua, sampai saat ini gerakan sosial yang menolak UU Cipta Kerja masih terus dilakukan dan ini juga berlaku pada seluruh rancangan aturan turunan dari UU dimaksud tanpa terkecuali termasuk soal penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

“Kami dari Walhi menolak untuk menghadiri undangan tersebut,” kata Nur Hidayati ketika dikonfirmasi, Jumat (13/11/2020).

Secara umum, Walhi menilai UU Cipta Kerja inkonstitusional, begitu pula produk aturan turunannya. Walhi menolak terlibat dan tidak mau dijadikan pihak yang menjustifikasi baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan aturan turunan tersebut. Secara prosedural formil UU Cipta kerja dinilai cacat hukum karena menabrak prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan. Secara materil pun demikian, secara keseluruhan substansi UU Cipta Kerja dinilai bermasalah, melanggar prinsip HAM, dipaksakan tanpa memiliki landasan, dan secara terang merupakan bagian dari state capture corruption.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan RPP UU Cipta Kerja. Hal ini sejalan dengan komitmen buruh yang menolak UU Cipta Kerja."Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," kata Said Iqbal.

Ada kemungkinan buruh yang diajak membahas peraturan turunan UU Cipta Kerja hanya menjadi stempel atau alat legitimasi saja. Dia mengingatkan sejak RUU Cipta Kerja dibahas di DPR serikat buruh sudah memberikan draf sandingan usulan buruh, tapi masukan yang disampai itu banyak yang tidak diakomodir. “Serikat buruh akan terus menolak UU Cipta Kerja,” katanya.   

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait